
Ada banyak sosok pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Namun, tak banyak pahlawan yang akhirnya justru dieksekusi mati oleh tentara Indonesia, salah satunya adalah Tan Malaka. Jika Anda ingin mengenal sosok Tan Malaka lebih dekat, simak biografi di artikel ini.
- Nama Asli
- Sutan Ibrahim
- Nama Terkenal
- Tan Malaka
- Tempat, Tanggal Lahir
- Nagari Pandam Gadang, 2 Juni 1897
- Meninggal Dunia
- 21 Februari 1949
- Warga Negara
- Indonesia
- Pekerjaan
- Guru dan Pendiri Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba)
- Orang Tua
- Rasad Caniago (Ayah), Sinah Simabur (Ibu)
Di Indonesia mungkin tidak banyak orang yang mengenal sosok Tan Malaka dan mengetahui biografinya. Alasannya karena pahlawan kemerdekaan ini namanya pernah dihapus dari sejarah Indonesia.
Padahal, ia memiliki peran cukup penting dalam kemerdekaan. Namun, karena pernah berbeda pendapat dengan pemerintah Indonesia, pahlawan yang fasih lima bahasa ini sampai dieksekusi oleh tentara bangsanya sendiri.
Bahkan, selama bertahun-tahun keberadaan lokasi makamnya ditutup-tutupi oleh pihak pemerintah karena dianggap sebagai pengkhianat. Barulah pada tahun 2007, makamnya ditemukan dan dipindahkan ke tempat kelahirannya. Padahal, pada tanggal 23 Maret 1963, Presiden Soekarno sudah menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional melalui Ketetap Presiden No. 53.
Ingin mengetahui informasi menarik lainnya seputar Tan Malaka? Cek biografi Tan Malaka yang sudah kami siapkan di artikel ini. Selamat membaca!
Kehidupan Pribadi
Sumber: infotanmalaka
Sebelum mengetahui jasa-jasa dan perjuangan Tan Malaka untuk kemerdekaan Indonesia di biografi ini, Anda perlu mengetahui kehidupan pribadinya terlebih dahulu. Mulai dari masa kecilnya, pendidikan yang diambilnya, hingga kisah asmaranya.
1. Masa Kecil
Tan Malaka lahir di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatra Barat pada tanggal 2 Juni 1897. Nama aslinya adalah Sutan Ibrahim dan ia mendapatkan gelar semi bangsawan dari garis turunan ibunya sehingga namanya menjadi Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka.
Ayahnya bernama Rasad Caniago yang merupakan seorang karyawan kantor pertanian. Sementara ibunya yang bernama Sinah Simabur adalah putri orang terpandang di desanya. Ia memiliki seorang adik laki-laki yang bernama Kamaruddin.
Sejak kecil, Tan Malaka tumbuh dalam lingkungan agama yang kuat. Ia sering suka mempelajari agama, ilmu beladiri, dan sepak bola. Sejak usia 10 tahun, ia sudah menghafal isi Alquran.
2. Pendidikan Tan Malaka
Pada tahun 1908, Tan didaftarkan ke Kweekschool (Sekolah Guru Negara) Bukit Tinggi. Di sekolah tersebut ia termasuk murid berprestasi yang selalu menjadi juara kelas.
Setelah lulus pada tahun 1913, Tan melanjutkan pendidikannya ke Rijks Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru Pemerintah) di Haarlem Belanda. Selama belajar di sana, pola pikirnya mulai berubah. Apalagi ia mulai sering membaca buku-buku seputar revolusi, contohnya adalah de Fransche Revolutie.
Setelah Revolusi Rusia terjadi pada Oktober 1917, ia mulai mempelajari paham-paham sosialisme dan komunisme. Sosialisme mengajarkan tentang kemakmuran bersama lebih utama daripada pribadi atau kelompok saja, dan komunisme merupakan perluasan dari sosialisme yang lebih jauh mengajarkan tentang kehidupan masyarakat tanpa kelas dan sama rata. Tan mempelajari paham tersebut dari membaca buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, dan Vladimir Lenin.
Setelah menempuh studinya selama enam tahun, pada bulan November 1919 akhirnya ia lulus dari Rijks Kweekschool dengan ijazah hulpactie untuk menjadi guru.
Sebenarnya ia ingin mendapatkan ijazah hoofdacte agar bisa menjadi kepala sekolah. Sayangnya, karena saat melakukan ujian itu Tan tengah sakit, sehingga ia hanya bisa mendapat ijazah hulpactie.
3. Kisah Asmara
Dalam setiap buku sejarah, tidak ada satu pun yang menyebutkan kalau Tan Malaka pernah menikah atau bahkan memiliki keturunan. Meskipun begitu, bukan berarti ia tidak pernah memiliki kekasih sama sekali. Pada biografi ini, kami akan merangkum beberapa gadis yang pernah mengisi hati Tan Malaka.
Saat remaja, Sutan Ibrahim jatuh cinta pada teman sekelasnya di Kweekschool yang bernama Syarifah Nawawi. Gadis itu adalah putri dari guru dan ahli bahasa ternama di Bukit Tinggi, Engku Nawawi. Namun, cinta itu kandas ketika Ibrahim dihadapkan dengan pilihan dijodohkan dengan wanita pilihan ibunya atau dinobatkan sebagai Datuk. Ia pun memilih yang kedua.
Tak lama setelah penobatan, Ibrahim yang telah bergelar Datuk Tan Malaka melanjutkan sekolah ke Belanda. Selama berada di luar negeri, Syarifah Nawawi menikah dengan Bupati Cianjur, RAA Wiranatakusumah, yang telah memiliki dua istri.
Untuk mengobati patah hatinya, Ibrahim sempat berpacaran dengan gadis Belanda yang bernama Fenny Struijvenberg. Kemudian pada tahun 1927, saat pindah ke Manila, Filipina, ia sempat dekat dengan perempuan bernama Carmen, putri seorang petinggi universitas. Sayangnya, kedekatan itu berakhir karena Tan ditangkap oleh intelijen dari Amerika, diadili di Pengadilan Manila, dan dideportasi dari Filipina.
Setelah melakukan perjalanan ke beberapa negara, ia menetap di Amoy, Hong Kong dengan nama samaran Ong Soong Lee. Di sana, ia bertemu dengan seorang gadis Amoy berusia 17 tahun dengan inisial AP.
Kedekatan keduanya dimulai ketika gadis tersebut sering menyambangi Tan Malaka untuk belajar bahasa Inggris sembari curhat. Kisah cinta itu berakhir ketika ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Tan mengunjungi beberapa kawan lamanya, salah satunya adalah Ahmad Soebardjo. Di sana, ia terpikat pada keponakan Ahmad yang bernama Paramita Abdurrachman. Hubungan itu berlangsung cukup serius sampai akhirnya Tan meninggal dunia.
Baca juga: Biografi Sultan Ageng Tirtayasa, Pahlawan Nasional Asal Banten yang Dikudeta Putranya Sendiri
Perjuangan Tan Malaka di Indonesia
Tan Malaka terkenal sebagai sosok pahlawan yang memiliki kepedulian pada rakyat kecil. Ia akan melakukan berbagai macam cara untuk memperjuangkan kesejahteraan yang setara. Di biografi ini, Anda bisa mengetahui langkah-langkah perjuangan yang dilakukan oleh Tan Malaka.
1. Upaya Memperjuangkan Rakyat Kecil
Setelah lulus dari Rijks Kweekschool, Tan kembali ke Indonesia dengan akta pengajar. Ia mendapatkan tawaran dari Dr. CW Janssen untuk menjadi guru untuk anak-anak kuli tani di perkebunan teh Senembah Maatschappij, Tanjung Morawa, Deli, Sumatra Utara.
Sejak Desember 1919, Tan mulai mengajar bahasa Melayu pada anak-anak kuli. Penderitaan para kuli kebun teh dan perlakuan tak adil pemerintah Hindia Belanda pada kuli membuatnya tak mau lagi menerima gaji dari korporasi di Tanjung Morawa. Tan juga mulai sering menulis artikel untuk koran Sumatera Pos yang dikenal dengan istilah Deli Spoor.
Pada tahun 1920, demi dapat memperjuangkan nasib para petani teh di Deli, Tan Malaka mengajukan diri sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat). Namun, baru satu tahun menjabat, ia mengundurkan diri dan memiliki membuka Sekolah Rakyat di Semarang dengan bantuan Tokoh Syariat Islam. Dua hari setelah sekolah tersebut dibuka, ia mulai mengajar 50 murid.
Sekolah yang ia dirikan itu semakin lama menjadi semakin sukses. Bahkan, sekolah yang di Semarang itu menjadi model untuk sekolah tokoh Syariat Islam lainnya.
Selain mengurus sekolah itu, Tan juga aktif di Partai Komunis Indonesia yang baru saja melebarkan sayap di Semarang. Pada tahun 1921, ia ditunjuk sebagai ketua menggantikan Semaun.
Pada tahun 1922, ia ditangkap karena diduga terlibat aksi mogok besar-besaran buruh Pegadaian. Pemerintah Hindia Belanda kemudian mengeluarkan Surat Keputusan No.22 tanggal 10 Maret 1922 untuk mengasingkan Tan ke Belanda.
2. Upaya Memperjuangkan Kemerdekaan Indonesia
Setelah berkeliling dunia selama dua puluh tahun, ia kembali ke Indonesia. Bersamaan dengan penjajahan yang dilakukan oleh tentara Jepang pada Indonesia, Tan Malaka berusaha untuk melakukan perlawanan secara gerilya.
Ia sering menemui Soekarno secara diam-diam demi menyampaikan strategi untuk melawan penjajah. Ia juga terus berjuang untuk meyakinkan rakyat dari berbagai kalangan untuk mengusahakan Indonesia merdeka pada tahun 1945.
Setelah Indonesia merdeka, Tan Malaka justru menjadi pelopor aktivis sayap kiri dan membentuk tim Persatuan Perjuangan demi kemerdekaan Indonesia yang sepenuhnya. Namun, ia justru sering dianggap melawan kebijakan pemerintah Indonesia dan dituduh mencoba melakukan kudeta. Pada tahun 1946, ia dimasukkan ke dalam penjara tanpa diadili.
Dua tahun kemudian, ia dibebaskan dari penjara kemudian membentuk Partai Murba di Yogyakarta. Ia kemudian mengumpulkan sisa-sisa pemberontak PKI di Kediri untuk membentuk pasukan gerilya pembela proklamasi. Tujuannya unutk menghadapi Agresi Militer II.
Sayangnya, perjuangannya itu justru dianggap sebagai bentuk pemberontakan yang berbahaya. Sejak saat itu, ia mulai diburu oleh pemerintah hingga akhirnya dieksekusi.
Baca juga: Biografi Ahmad Yani, Pahlawan Revolusi yang Cemerlang di Bidang Militer Sejak Muda
Karya-Karya Tan Malaka
Di tengah-tengah kesibukannya mengajar di Sekolah Rakyat, Tan masih tetap menulis artikel dan buku. Beberapa di antara karyanya adalah Tanah Orang Miskin (1920), Komunisme di Jawa (1922), Kuli Kontrak (1923), Naar de Republiek Indonesia/Menuju Republik Indonesia (1924), Massa Actie (1925), Gerpolek (1948) dan Madilog/Materialisme, Dialektika, Logika (1948). Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut karya-karya Tan Malaka, kami sudah mengulas beberapa di antaranya pada biografi ini.
1. Tanah Orang Miskin (1920)
Tanah Orang Miskin merupakan artikel pertama yang dimuat di surat kabar Het Vrije Woord edisi bulan Maret 1920. Karya ini menceritakan tentang perbedaan kekayaan antara kaum kapitalis dan pekerja. Ia juga menyebutkan tentang penderitaan para kuli kebun teh.
2. Gerpolek/Gerilya, Politik, dan Ekonomi (1948)
Buku berjudul Gerpolek atau Gerilya, Politik, dan Ekonomi ini ditulis oleh Tan Malaka ketika ia tengah meringkuk di penjara Madiun. Isinya merupakan ungkapan perasaan kecewa yang ia rasakan akan situasi Indonesia.
Dalam buku ini, Tan mengusulkan untuk mendirikan sistem ekonomi, politik, dan gerilya untuk mempersiapkan Indonesia menjadi negara yang berdikari. Menurutnya, buku ini berfungsi untuk membela Proklamasi 17 Agustus dan melaksanakan kemerdekaan yang 100 persen.
Menurutnya, Indonesia harus bisa menentukan takdirnya sendiri tanpa adanya campur tangan dari negara lain. Dengan begitu, barulah Indonesia dapat meraih kemerdekaan yang 100 persen.
3. Madilog/Materialisme, Dialektika, Logika (1948)
Buku Madilog ini dibuat selama Tan Malaka menyamar sebagai Ilyas Husein selama tahun 1942–1943. Ia menyelesaikan buku ini di Rawajati, dekat pabrik sepatu Kalibata, Cililitan, Jakarta.
Saat menulis buku ini, sebenarnya ia juga tengah menulis buku lainnya yang berjudul Gabungan Aslia. Namun, ia memutuskan untuk fokus menulis Madilog karena tidak memiliki banyak uang.
Dalam Madilog, Tan mengajarkan tentang ilmu filsafat untuk mengembangkan pembuktian. Ia menggabungkan antara filsafat materialisme, dialektika, dan logika.
Akhir Hayat Tan Malaka
Sumber: Wikimedia Commons
Biografi Tan Malaka ini tak akan lengkap jika tidak membahas tentang akhir hayatnya. Apalagi kematiannya diakibatkan karena ditembak oleh bangsanya sendiri di tengah-tengah usahanya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Belum lagi adanya kesimpangsiuran seputar jenazah yang dikuburkan itu benar Tan Malaka atau bukan.
1. Kematian Tan Malaka
Tahun 1949, Tan Malaka dianggap sering berkompromi pada orang Belanda dan sering melawan Pemerintah. Oleh karena itu, seorang Panglima Daerah Militer Brawijaya Soengkono dan Komandan Brigade Letkol Soerahmat mengeluarkan surat perintah pada Letnan Dua Sukotjo, anggota Brigade Sikatan untuk mengeksekusi Tan Malaka.
Pada tanggal 21 Februari 1949 di Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, Tan Malaka pun tewas ditembak pasukan militer Indonesia tanpa diadili terlebih dahulu. Sesudahnya, tidak ada yang mengetahui di mana ia dimakamkan.
2. Pencarian dan Pemindahan Makam
Untungnya, seorang sejarawan Belanda yang bernama Harry Albert Poeze berusaha untuk mencari makam Tan Malaka demi menyelesaikan tesisnya. Barulah pada tahun 2007 ia menemukan makam Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka di Desa Selopanggung.
Setelah makam di lokasi itu dibongkar, ditemukan sebuah kerangka dalam keadaan duduk dan tangan terikat. Para ahli Antropologi kemudian melakukan tes forensik untuk mengecek apakah kerangka itu benar jenazah Tan Malaka atau bukan.
Proses pengecekkan itu tidak mudah karena tulang-tulangnya sudah dalam kondisi hancur dan terkontaminasi akar pohon. Keponakan Tan yang bernama Zulfikar Kamarudin meminta doktor spesialis forensik, Djaja Surya Atmadja untuk melakukan tes DNA.
Sayangnya, hasil uji DNA melalui uji tulang dan gigi tidak dapat membuktikan seratus persen kalau kerangka tersebut adalah Tan Malaka. Alasannya adalah karena jenazahnya sudah dimakamkan terlalu lama dan sudah terkontaminasi sehingga DNA-nya tidak dapat ditemukan.
Meskipun begitu, pihak keluarga tetap meminta kerangka itu dipindahkan ke tanah kelahirannya. Pada tanggal 16 Februari 2017, makam Tan Malaka dipindahkan ke Nagari Pandam Gadang, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatra Barat.
Baca juga: Biografi Dewi Sartika, Sang Srikandi Pendidikan dari Priangan
Karya-Karya seputar Tan Malaka
Sumber: Instagram -tanduk_merah
Sebagai pahlawan revolusioner, ada banyak sekali karya yang menceritakan tentang sosok Tan Malaka baik dalam bentuk kisah fiksi atau karya nonfiksi. Kalau ingin tahu beberapa karya seputar Tan Malaka, beberapa judulnya sudah kami kumpulkan di biografi ini.
1. Kisah Fiksi
- Spionnage-Dienst (1938)
- Patjar Merah Indonesia (1938)
- Panggilan Tanah Air (1940)
- Moetiara Berloempoer: Tiga Kali Patjar Merah Datang Membela (1940)
- Patjar Merah Kembali ke Tanah Air (1940)
- Setan Merah: Muslihan Internationale Tan Malaka (2012)
- Tan: Sebuah Novel (2016)
- Tan: Gerilya Bawah Tanah (2017)
2. Karya Nonfiksi
- Parlemen atau Soviet (1920)
- SI Semarang dan Onderwijs (1921)
- Dasar Pendidikan (1921)
- Tunduk pada Kekuasaan tapi Tidak Tunduk pada Kebenaran (1922)
- Naar de Republiek Indonesia/Menuju Republik Indonesia (1924)
- Semangat Muda (1925)
- Massa Actie (1926)
- Local Actie dan National Actie (1926)
- Pari dan Nasionalisten (1927)
- Pari dan PKI (1927)
- Pari International (1927)
- Manifesto Bangkok (1927)
- Aslia Bergabung (1943)
- Muslihat (1945)
- Rencana Ekonomi Berjuang (1945)
- Politik (1945)
- Manifesto Jakarta (1945)
- Thesis (1946)
- Pidato Purwokerto (1946)
- Pidato Solo (1946)
- Madilog (1948)
- Islam dalam Tinjauan Madilog (1948)
- Gerpolek (1948)
- Pidato Kediri (1948)
Baca juga: Biografi Maria Walanda Maramis, Pejuang Emansipasi Wanita dari Minahasa
Fakta Menarik seputar Tan Malaka
Setelah mengenal sosok Tan Malaka dan jasa-jasanya untuk Indonesia di biografi ini, Anda perlu mengetahui beberapa fakta menariknya.
1. Memiliki Banyak Nama Alias
Pria yang banyak dikenal sebagai Tan Malaka ini memiliki nama asli Sutan Ibrahim. Selain dua nama itu, sebenarnya ia juga memiliki banyak nama alias, khususnya selama masa penyamarannya di luar negeri.
Beberapa di antaranya adalah Ilyas Husein ketika di Indonesia, Alisio Rivera dan Elias Fuentes di Filipina, Hasan Gozali di Singapura, Ossorio di Shanghai, dan Ong Soong Lee di Hong Kong.
2. Pencetus Nama Republik Indonesia
Sebelum dikenal dengan nama Republik Indonesia, negara ini sempat memiliki beberapa nama. Dari mana asal nama Republik Indonesia yang dipakai sampai sekarang ini?
Rupanya, nama Republik Indonesia itu pertama kali disebutkan oleh Tan Malaka dalam bukunya yang berjudul Naar de Republiek Indonesia (1925). Dalam buku tersebut, ia juga mencetuskan tentang konsep Negara Indonesia.
3. Tertarik untuk Bergabung dengan Militer Jerman
Selama belajar di Belanda, Tan Malaka membaca banyak sekali buku-buku terkait sosialisme dan komunisme. Ia bahkan menjadi membenci budaya Belanda dan tertarik dengan Jerman.
Dengan banyaknya ilmu yang ia ketahui seputar Jerman, ia pun tertarik untuk bergabung dengan salah satu angkatan perang negara tersebut. Ia bahkan sampai benar-benar mendaftar ke Angkatan Darat Jerman. Sayangnya, ia ditolak karena pihak militer Jerman tidak menerima tentara asing.
Baca juga: Inilah Biografi Chairil Anwar, Penyair yang Mendapat Julukan Si Binatang Jalang
Mengenal Sosok Sang Aktivis Sayap Kiri Melalui Biografi Tan Malaka
Setelah membaca biografi di artikel ini, apakah Anda semakin mengenal sosok Tan Malaka? Apakah Anda semakin memahami latar belakang yang mendasari nilai-nilai yang dianutnya?
Meskipun Anda merasa tidak setuju dengan nilai-nilai yang diusung Tan Malaka, tapi bukan berarti Anda tidak perlu mengenalnya. Karena bagaimanapun juga, ia adalah pahlawan yang memiliki peran penting dalam kemerdekaan Indonesia.
Kalau Anda ingin mengenal tokoh-tokoh lain lebih dekat, cek artikel-artikel lain di kanal Tokoh website PosBagus.com ini. Di sini Anda bisa mendapatkan biografi pahlawan-pahlawan perjuangan selain Tan Malaka, seperti Ahmad Yani, WR Supratman, Sultan Ageng Tirtayasa, dan lain sebagainya.