
Warga muslim di Indonesia tentu sudah tak asing lagi dengan Wali Songo, atau sembilan wali yang menyebarkan agama Islam di Indonesia, salah satunya adalah Sunan Ampel. Kalau Anda ingin mengenal sosoknya lebih dekat, simak biografi Sunan Ampel yang sudah kami siapkan di bawah ini.
- Nama Asli
- Raden Rahmat atau Sayyid Muhammad Ali Rahmatullah
- Nama Terkenal
- Sunan Ampel
- Tempat, Tanggal Lahir
- Champa, 1401
- Meninggal Dunia
- 1481
- Pasangan
- Dewi Condrowati atau Nyi Gede Manila, Dewi Karomah binti Ki Kembang Kuning
- Anak
- Raden Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Syaridufin Qasim (Sunan Drajat), Siti Syari’ah atau Nyai Ageng Maloka, Siti Mutma’innah, Sayidah Hafsah, Dewi Murtasiyah, Dewi Murtasimah atau Syarifah Asyiqah, Raden Husamuddin (Sunan Lamongan), Raden Zaenal Abidin (Sunan Demak), Pangeran Tumapel, Raden Faqih (Sunan Ampel 2)
- Orang Tua
- Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Ibrahim Asmarakandi (Ayah), Dewi Candrawulan (Ibu)
Anda tentu sudah tidak asing dengan nama Sunan Ampel yang sering disebutkan dalam buku Sejarah sebagai salah satu nama Wali Songo. Namun, tak seperti buku pelajaran yang hanya menyebutkan namanya sekilas, biografi Sunan Ampel ini akan menyajikan kisah hidupnya secara lengkap.
Dalam biografi ini, Anda tak hanya bisa mengetahui tentang upayanya untuk menyebarkan agama Islam di pulau Jawa, tapi juga silsilah keluarganya. Karena ia tak hanya berasal dari luar Indonesia, tapi juga masih satu keturunan dengan Nabi Muhammad saw.
Ia juga sering disebut sebagai bapaknya para wali karena hampir seluruh Sunan dalam Wali Songo pernah menjadi muridnya. Setelah ia meninggal dunia, masih banyak orang Indonesia yang berziarah ke makamnya hingga sekarang.
Untuk mengetahui perjalanan hidup Sunan Ampel lebih lanjut, cek biografi di bawah ini. Anda bisa mengetahui kehidupan pribadinya, perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam, dan lain sebagainya. Selamat membaca!
Kehidupan Pribadi
Sumber: Twitter – RizaAzZahir
Sebelum membaca tentang proses dakwah yang dilakukan oleh Sunan Ampel pada biografi ini, Anda perlu mengetahui tentang kehidupan pribadinya terlebih dahulu. Mulai dari masa kecilnya hingga keluarganya.
1. Silsilah Keluarga
Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 di Champa, sebuah negeri kecil di Vietnam Selatan. Ia memiliki nama asli Sayyid Muhammad Ali Rahmatullah. Ketika sampai di Jawa, ia lebih dikenal dengan nama Raden Rahmat.
Menurut beberapa riwayat, ayah Sunan Ampel bernama Syeh Maulana Malik Ibrahim, yang dikenal dengan nama Ibrahim Asmarakandi atau Sunan Gresik. Ayahnya merupakan putra dari Syekh Jumadil Kubro sementara ibunya adalah seorang putri dari Kerajaan Champa bernama Dewi Chandrawulan.
Ia memiliki seorang saudara laki-laki bernama Raden Santri atau Sayyid Ali Murtadha, yang kelak memiliki gelar Sayid Raden Rajapandita. Selain itu, ia juga memiliki seorang saudara perempuan bernama Sayidah Zainab.
Jika mengurutkan garis keluarga Sunan Ampel, ia masih satu keturunan dengan Ahmad Al-Muhajir. Ahmad Al-Mujahir merupakan pemuka agama dari Hadhramaut yang bermigrasi dari Basra (yang sekarang lebih dikenal dengan nama Irak) ke Yaman demi menghindari terjadinya perselisihan selama masa Kekhalifahan Abbasiyah.
Selain itu, Sunan Ampe merupakan keturunan ke-19 Nabi Muhammad saw. Garis keturunan tersebut melalui Sayidah Fatimah az-Zahra istri Sayyidina Ali.
2. Pernikahan dan Keturunan
Selama berada di Majapahit, ia berkenalan dengan seorang putri Majapahit yang bernama Dewi Condrowati atau Nyi Gede Manila. Perkenalan keduanya membuat Prabu Brawijaya VI, sang Raja Majapahit menjodohkannya dengan sang putri.
Sunan Ampel memiliki dua istri, yaitu Dewi Condrowati atau Nyi Gede Manila dan Dewi Karomah binti Ki Kembang Kuning. Dewi Condrowati merupakan putri dari Adipati Tuban yang bernama Arya Teja.
Dari pernikahan pertamanya dengan Dewi Condrowati, Sunan Ampel dikaruniai 2 anak laki-laki dan 3 anak perempuan. Mereka adalah Raden Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Syaridufin Qasim (Sunan Drajat), Siti Syari’ah atau Nyai Ageng Maloka (istri Sunan Ngudung dan ibu Sunan Kudus), Siti Mutma’innah, dan Sayidah Hafsah.
Sementara dari pernikahannya dengan Dewi Karomah, ia dikaruniai 3 putri dan 4 putra. Mereka adalah Dewi Murtasiyah (istri Sunan Giri), Dewi Murtasimah atau Syarifah Asyiqah (istri Raden Patah), Raden Husamuddin (Sunan Lamongan), Raden Zaenal Abidin (Sunan Demak), Pangeran Tumapel, dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2).
Baca juga: Biografi Pangeran Antasari, Pahlawan yang Berusaha Mengusir Belanda dari Banjar
Perjalanan Sunan Ampel Menuju Pulau Jawa
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah mengetahui tentang kehidupan pribadinya, hal selanjutnya yang perlu Anda baca di biografi Sunan Ampel ini adalah seputar perjalanannya ke Pulau Jawa. Apalagi, perjalanan itulah yang nantinya membuat Raden Rahmat mulai mengajarkan agama Islam pada masyarakat Jawa.
1. Alasan Perjalanan
Sebenarnya, ada beberapa informasi berbeda yang menyebutkan tentang alasan Sunan Ampel melakukan perjalanan ke Pulau Jawa. Ada yang menyebutkan kalau ia berniat menyusul saudara perempuannya yang diperistri oleh Raja Majapahit, ada pula yang menyebutkan tujuan utamanya adalah menyebarkan agama Islam.
Namun, berdasarkan Babad Tanah Jawi dan Serat Kanda, tujuan utama Raden Rahmat datang ke Pulau Jawa bukanlah untuk menyebarkan agama Islam. Tujuannya adalah untuk mengunjungi bibinya yang tinggal di Trowulan, Ibukota Majapahit. Sang bibi yang bernama Dewi Dwarawati itu merupakan putri kerajaan Champa yang menikah dengan Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit.
Dewi Dwarawati meminta Raden Rahmat datang ke Majapahit karena saat itu kerajaan tersebut tengah mengalami kemunduran. Majapahit tak hanya ditinggalkan oleh Mahapatih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk, tapi juga mengalami kehancuran akibat banyaknya perang saudara yang terjadi. Belum lagi banyaknya adipati yang tidak loyal lalu mengambil uang pajak dan upeti.
Dewi Dwarawati dan Prabu Brawijaya V menginginkan agar kebiasaan para bangsawan yang suka berpesta dan mabuk-mabukan itu dihilangkan. Karena mereka menyadari kebiasaan tersebut lama kelamaan bisa melemahkan kerajaan.
Dewi Dwarawati kemudian ingat kalau ia memiliki seorang keponakan yang pandai mengajari orang lain dan diharapkan bisa mengatasi kemerosotan moral di Majapahit. Keponakannya yang bernama Raden Rahmat itu kemudian diundang untuk datang ke Trowulan.
Untuk menanggapi permintaan dari bibinya, Raden Rahmat memulai perjalanannya menuju ke pulau Jawa pada tahun 1440. Sebelum sampai menuju ibukota Majapahit itu, ia sempat singgah di Palembang.
Di Kota Pempek itu, ia berbaur dengan warga untuk menyebarkan agama Islam. Setelah beberapa lama di sana, ia pun melanjutkan perjalanan ke Pulau Jawa dan tiba pada tahun 1443.
Baca juga: Biografi Sultan Hasanuddin, Raja yang Membawa Kerajaan Gowa Menuju Masa Keemasan
2. Metode Dakwah Sunan Ampel
Masing-masing Wali Songo memiliki cara dakwah yang berbeda-beda. Biasanya, mereka menyesuaikan dengan lingkungan masyarakat yang didatangi. Dalam biografi ini, Anda dapat mengetahui metode yang digunakan oleh Sunan Ampel untuk memperbaiki moral orang-orang di Kerajaan Majapahit.
Kebanyakan wali menggunakan metode dakwah melalui pendekatan seni dan budaya. Hal tersebut dilakukan karena saat itu masih banyak masyarakat yang lebih tertarik dengan penampilan seni, dibandingkan diskusi serius.
Meskipun begitu, Sunan Ampel tidak beranggapan sama. Ia lebih memilih untuk melakukan pendekatan intelektual dengan mengajak orang-orang cerdas dan para cendekiawan untuk berdiskusi secara logis dan kritis.
Karena menggunakan pendekatan diskusi, Sunan Ampel lebih sering menyampaikan dakwahnya untuk orang-orang cerdas. Meskipun terlihat seperti membuat sekat antara masyarakat kelas atas dan bawah, tapi tetap saja ia bisa membaur dengan mudah dengan berbagai kalangan tanpa melihat latar belakang.
Alasannya memilih menggunakan metode diskusi adalah karena ia tidak ingin menggunakan alat atau media apa pun sebagai metode dakwahnya. Ia ingin tetap konsisten dengan posisinya sebagai ulama atau guru yang membagikan ilmu melalui diskusi.
3. Ajaran Dakwah Sunan Ampel
Dalam upaya untuk memperbaiki kebiasaan buruk orang-orang kerajaan Majapahit, Sunan Ampel memiliki sebuah ajaran yang terkenal hingga sekarang. Oleh karena itu, biografi Sunan Ampel ini tak akan lengkap jika belum membicarakan tentang ajaran tersebut.
Tujuan utama Raden Rahmat ketika berada di Majapahit adalah untuk membantu Prabu Brawijaya V memperbaiki kerusakan akhlak masyarakat. Oleh karena itu, ia memberikan pelajaran yang banyak dikenal dengan sebutan Moh Limo Nuju Suargo atau tidak mau lima untuk menuju surga. Ajaran tersebut lebih banyak dikenal dengan Moh Limo.
Moh limo bermakna larangan untuk melakukan lima hal yang dilarang oleh agama. Larangan tersebut adalah moh main (tidak mau judi, sabung, togel, dll), moh ngombe (tidak mau mabuk, minum arak atau minuman keras), moh maling (tidak mau mencuri), moh madat (tidak mau menghisap candu, ganja, narkoba), dan moh madon (tidak mau berzina).
Setelah ajaran itu mulai diyakini oleh warga Majapahit, Prabu Brawijaya V merasa senang karena didikan tersebut dianggap berhasil. Sang raja pun beranggapan kalau ajaran agama Islam yang dibawa oleh Sunan Ampel merupakan hal yang baik. Meskipun begitu, Prabu Brawijaya V tak ingin ajaran tersebut diajarkan di dalam kerajaan karena ia ingin menjadi Raja Hindu terakhir di Majapahit.
Sebagai gantinya, ia diizinkan untuk mengajarkan agama Islam di luar wilayah kerajaan, dengan catatan rakyat tidak boleh dipaksa. Raden Rahmat pun memenuhi janjinya dan tidak pernah memaksakan ajaran agama Islam pada masyarakat Majapahit.
Baca juga: Biografi HOS Cokroaminoto, Pemimpin Sarekat Islam yang Dijuluki Raja Jawa Tanpa Mahkota
Proses Dakwah di Ampeldenta
Sumber: Instagram – amanftografer
Hal selanjutnya yang perlu kamu ketahui dalam biografi Sunan Ampel ini adalah proses dakwah yang ia lakukan selama berada di Ampeldenta. Karena dari sanalah ia mulai dikenal dengan nama Sunan Ampel.
Setelah mendapatkan izin untuk mengajarkan agama Islam di luar wilayah kerajaan Majapahit, Sunan Ampel melakukan perjalanan ke Ampeldenta (kini menjadi wilayah Wonokromo, bagian dari Surabaya). Di sana, ia membangun sebuah pondok pesantren dan merangkul masyarakat di sekitarnya.
Raden Rahmat mulai menggunakan cara berdakwah yang cukup unik. Ia membuat kerajinan anyaman berbentuk kipas dari akar tumbuh-tumbuhan dan rotan.
Kipas-kipas tersebut dibagikan secara gratis pada penduduk setempat. Mereka hanya perlu mengucapkan kalimat syahadat untuk mendapatkan kipas tersebut.
Para penduduk merasa senang dengan kipas tersebut, apalagi rupanya anyaman akar itu disebutkan bisa menyembuhkan sakit batuk dan demam. Akhirnya semakin banyak masyarakat sekitar yang datang untuk meminta kipas itu pada Raden Rahmat.
Saat itulah Raden Rahmat memanfaatkan kesempatan itu untuk mengenalkan indahnya agama Islam. Cara tersebut terus dilakukan dari satu desa ke desa lainnya.
Ketika sampai di Desa Kembang Kuning yang masih berupa hutan dan rawa-rawa, Raden Rahmat membangun sebuah langgar untuk tempat sembahyang. Langgar tersebut kini sudah dibangun menjadi masjid besar bernama Masjid Rahmat Kembang Kuning.
Di desa tersebut ia bertemu dengan dua tokoh masyarakat bernama Ki Wiryo Sarojo dan Ki Bang Kuning. Keduanya menjadi pengikut Raden Rahmat dan membantu melakukan pendekatan pada masyarakat sekitar.
Pada pertengahan abad ke-15, pesantrennya menjadi pusat pendidikan yang berpengaruh tak hanya di wilayah Nusantara, tapi hingga ke mancanegara. Beberapa santri-santrinya yang terkenal adalah Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Syekh Siti Jenar, Raden Patah, dan masih banyak lagi.
Baca juga: Biografi KH Agus Salim, Diplomat Religius yang Menguasai Sembilan Bahasa
Menjadi Sesepuh para Wali Songo
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah bertahun-tahun menjadi guru agama islam, sosok Raden Rahmat menjadi semakin disegani. Bahkan, berdasarkan catatan Sedjarah Regent Soerabaja, ia juga menjadi bupati pertama Surabaya.
Meskipun begitu, tetap saja ada beberapa kontroversi yang sempat muncul meskipun ia sudah menjadi sesepuh. Biografi Sunan Ampel ini tidak akan lengkap jika tidak membicarakan tentang hal tersebut.
Ketika ayahnya, Syekh Maulana Malik Ibrahim meninggal dunia, Raden Rahmat diangkat sebagai sesepuh Wali Songo. Dengan diangkatnya ia sebagai sesepuh, maka para wali pun patuh dengan segala ucapannya, termasuk mengetahui keputusannya melakukan peperangan dengan Majapahit.
Para wali yang masih muda menginginkan agar tahta Majapahit dapat direbut secepat-cepatnya. Namun, Sunan Ampel tidak menyetujui keinginan tersebut. Menurutnya, Majapahit tidak perlu diserang langsung karena sudah rusak dari dalam dan hanya perlu menunggu waktu saja.
Wali-wali lainnya beranggapan sebaliknya dan menganggap Sunan Ampel terlalu lamban dalam membuat keputusan. Ketika Raden Patah yang menjadi pemimpin Kerajaan Demak bertanya mengapa tak boleh segera menyerang Majapahit, Sunan Ampel hanya menjawab dengan senyuman.
Kemudian, Sunan Ampel melanjutkan kalau ia tidak ingin menantunya itu berlaku durhaka karena menyerang ayahnya sendiri. Bagaimanapun juga, Raden Patah merupakan putra dari Prabu Brawijaya sang raja terakhir Majapahit. Lagipula, nantinya akan ada adipati lain yang akan menyerang Majapahit.
Namun, sepeninggal Sunan Ampel, Raden Patah memilih untuk tetap menyerang Majapahit. Sunan Giri sempat menduduki tahta Majapahit selama 40 hari sebelum membawa harta berharga Majapahit ke Demak Bintoro.
Baca juga: Biografi Nyi Ageng Serang, Pahlawan Wanita dari Grobogan yang Merupakan Ahli Strategi Perang
Fakta Menarik seputar Sunan Ampel
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah mengetahui tentang kisah hidup Sunan Ampel, hal selanjutnya yang perlu Anda ketahui dari biografi ini adalah beberapa fakta menariknya.
1. Menciptakan Huruf Pegon
Untuk mempermudah dakwahnya di Pulau Jawa, Sunan Ampel membuat huruf abjad Pegon. Dalam biografi Sunan Ampel ini, kami akan membahas sedikit seputar huruf yang memadukan antara tulisan Arab dan pelafalan Jawa itu.
Kata pegon berasal dari bahasa Jawa pégo yang memiliki arti menyimpang. Istilah tersebut digunakan karena bahasa Jawa yang ditulis dalam huruf Arab dianggap menyimpang atau tidak lazim.
Huruf pegon awalnya digunakan di kalangan murid-murid pesantren. Saat itu, orang-orang Jawa masih menulis menggunakan aksara Kawi dan aksara Jawa. Namun, untuk membiasakan murid-muridnya dengan huruf Arab dalam Alquran dan Hadis, Sunan Ampel menciptakan huruf Pegon.
Sayangnya, abjad asli dalam bahasa Arab tidak mendukung beberapa pengucapan bahasa Jawa, seperti e, o, ca, pa, dha, nya, tha, dan nga. Pada akhirnya, huruf Pegon mengadopsi juga abjad persia dan membuat huruf baru.
2. Membantu Kelahiran Kesultanan Demak
Menjelang akhir abad ke-15, Majapahit mulai mengalami kemunduran dan beberapa wilayah kekuasaannya memisahkan diri. Tak jarang, beberapa wilayah akan saling menyerang dan mengaku-aku sebagai pewaris tahta Majapahit.
Pada tahun 1475, beberapa tokoh Islam memutuskan untuk mendirikan Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Kerajaan tersebut dipimpin oleh Raden Patah, putra Prabu Brawijaya V.
Selama proses pendirian Kesultanan Demak, Raden Patah banyak berkonsultasi pada gurunya, Sunan Ampel. Tak hanya menjelang pembentukan kerajaan, Sunan Ampel menjadi konsultan hingga akhir hayatnya.
Selain itu, Sunan Ampel juga turut serta merencanakan dan membangun Masjid Agung Demak. Bersama sunan-sunan lainnya, ia bertukar pikiran untuk merencanakan bentuk, desain, dan lokasi untuk masjid tersebut.
Baca juga: Biografi Laksamana Malahayati, Pahlawan Perempuan dari Aceh yang Menghabisi Cornelis de Houtman
Akhir Hayat
Sumber: Instagram – ahmed_dzul_el_kaafy
Setelah membaca tentang jalan hidup dan perjuangan Sunan Ampel dalam menyebarkan agama Islam dalam biografi ini, hal terakhir yang perlu Anda ketahui adalah tentang akhir hayatnya. Hingga sekarang, makamnya selalu dikunjungi oleh orang-orang Indonesia.
Sunan Ampel meninggal dunia di Demak pada tahun 1481 dalam usia 80 tahun. Jenazahnya dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel, Surabaya. Masjid tersebut kini menjadi salah satu objek wisata religi di Surabaya.
Baca juga: Biografi Martha Christina Tiahahu, Pejuang Wanita yang Tak Takut Angkat Senjata
Meneladani Sesepuh Wali Songo melalui Biografi Sunan Ampel
Itulah profil dan biografi Sunan Ampel yang telah kami rangkum secara lengkap. Mulai dari latar belakang keluarga, usahanya dalam menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, hingga akhir hayatnya. Apakah ada pelajaran yang Anda dapatkan dari ulasan di atas?
Sebagai seorang manusia, sudah sepatutnya kita melakukan dan menyebarkan kebaikan pada orang-orang di sekitar. Apalagi jika kebaikan itu bisa terus bermanfaat bagi orang lain setelah kita tiada.
Kalau masih ingin mencari tahu biografi tokoh-tokoh yang tak kalah menginspirasi seperti Sunan Ampel, simak terus PosBagus.com ini. Selain seputar tokoh, Anda juga bisa mendapatkan beragam informasi menarik lainnya, seperti kuliner, wisata, kutipan seru, dan masih banyak lagi.