
Undang-Undang Dasar 1945 atau UUD '45 merupakan hukum tertulis yang menjadi dasar konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia hingga sekarang. Oleh karena itu, untuk dapat menyusunnya dengan baik, dibutuhkan seorang ahli hukum seperti halnya Soepomo. Jika ingin mengenal sosoknya lebih dekat, simak biografi Soepomo yang sudah kami siapkan di artikel ini.
- Nama
- Soepomo
- Tempat, Tanggal Lahir
- Sukoharjo, 22 Januari 1903
- Meninggal Dunia
- Jakarta, 12 September 1958
- Pasangan
- Raden Ajeng Kushartati (m. 1929–1958)
- Orang Tua
- Raden Tumenggung Wignyodipuro (Ayah), Raden Ayu Renak Wignyodipuro (Ibu)
Setiap tokoh kemerdekaan memiliki perannya masing-masing dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, termasuk dalam mempersiapkan hukum dasar. Sayangnya, tak banyak biografi yang membahas seputar sang perancang undang-undang dasar bernama Soepomo.
Sebagai seseorang yang cerdas dan mempelajari hukum sejak masih muda, tidak mengherankan kalau ia diberikan tanggung jawab untuk menyusun Undang-Undang Dasar. Ia tak hanya mempelajari hukum di dalam negeri, tapi juga sampai ke Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, Soepomo diangkat menjadi Menteri Kehakiman Indonesia pertama. Selain itu, ia juga pernah menjadi rektor Universitas Indonesia.
Semakin ingin mengenal sosoknya lebih dekat? Langsung saja simak biografi Soepomo di bawah ini. Di sini, Anda bisa mengetahui seputar kehidupan pribadinya, perannya dalam kemerdekaan Indonesia, hingga akhir hayatnya. Selamat membaca!
Kehidupan Pribadi
Sumber: Majalah Kajawen edisi nomor 33 tanggal 18 Agustus 1927
Sebelum membahas tentang peran Soepomo dalam kemerdekaan Indonesia dan jabatan-jabatan yang pernah ia dapatkan, hal pertama yang perlu Anda ketahui di biografi ini adalah seputar kehidupan pribadinya. Mulai dari keluarganya, pendidikan yang diambilnya, hingga kehidupan pernikahannya.
1. Masa Kecil
Lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah pada tanggal 22 Januari 1903, Soepomo merupakan anak sulung dan memiliki 4 adik laki-laki dan 6 adik perempuan. Ia lahir dalam keluarga bangsawan, di mana kakek dari garis ayah dan ibunya sama-sama memiliki jabatan tinggi di pemerintahan.
Kakeknya dari pihak ayah adalah Raden Rumenggung Reksowardono, seorang Bupati Anom Sukoharjo. Sementara kakek dari pihak ibu adalah Raden Tumenggung Wirjodiprodjo, Bupati Nayak Sragen.
Ayahnya bernama Raden Rumenggung Wignyodipuri dan ibunya bernama Raden Ayu Renak Wignyodipuro. Sang ayah kemudian menjadi Bupati Anom Inspektur Hasil Negeri Kesunanan Surakarta.
2. Pendidikan
Sebagai seseorang yang beruntung terlahir di keluarga priyayi, ia bisa mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah Belanda yang cukup bergengsi. Beberapa di antaranya adalah Europeesche Lagere School (ELS), sebuah sekolah dasar milik Belanda untuk anak-anak pribumi di Boyolali pada tahun 1917. Setelah lulus dari ELS, ia melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lagere Onderwijs (MULO), sekolah setingkat SMP di Solo pada tahun 1920.
Setelah lulus dari MULO, ia pindah ke Batavia untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah kejuruan hukum di Bataviasche Rechtsschool. Ia menyelesaikan pendidikannya di sekolah hukum itu pada tahun 1923 dengan hasil memuaskan. Ia bahkan menjadi salah satu siswa terbaik ketika lulus.
Karena termasuk salah satu siswa terbaik, sekitar tahun 1924–1927, Soepomo mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya ke Rijksuniversiteit Leiden di Belanda. Ia menjadi murid seorang profesor hukum yang terkenal sebagai “arsitek” ilmu hukum adat Indonesia dan seorang ahli hukum internasional bernama Cornelis van Vollenhoven.
Pada tanggal 14 Juni 1927, ia berhasil lulus dengan gelar Meester in de Rechten atau Sarjana Hukum. Satu bulan sesudahnya, ia berhasil memperoleh gelar doktor dalam ilmu hukum dengan thesisnya yang berjudul De Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta (Reorganisasi Sistem Agraria di Wilayah Surakarta).
Thesis tersebut mengupas tentang sistem agraria tradisional di Surakarta dan menganalisa hukum-hukum kolonial yang berhubungan dengan pertanahan. Selain mendapatkan gelar doktor, ia juga mendapatkan penghargaan tertinggi, yaitu penghargaan “Gadjah Mada”.
Keberhasilannya disambut dengan baik dan penuh kebanggaan oleh kawan-kawannya sesama mahasiswa. Bahkan, para sarjana asli Belanda pun memujinya.
3. Pernikahan
Pada tanggal 20 Januari 1929, ia menikah dengan Raden Ajeng Kushartati. Istrinya itu merupakan puteri bangsawan dan anak dari Pangeran Ario Mataram, seorang kerabat keraton Surakarta.
Dari pernikahan tersebut, ia dikaruniai tiga anak perempuan dan tiga anak laki-laki. Sayangnya, tidak ada satu pun biografi yang menyebutkan nama keenam anak Soepomo.
Peran dalam Kemerdekaan Indonesia
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah mengetahui seputar kehidupan pribadi Soepomo dalam biografi ini, hal selanjutnya yang perlu Anda baca adalah perannya dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Khususnya berkaitan dengan tugasnya sebagai perancang Undang-Undang Dasar 1945.
Ketika pendudukan Jepang di Indonesia mulai berakhir, Soepomo bergabung dengan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Bersama Moh. Yamin dan Soekarno, ia menyusun konstitusi bersama-sama.
Pada sidang BPUPKI pertama tanggal 31 Mei 1945, Soepomo menyampaikan pidato tentang teori negara secara yuridis, politis, dan sosiologis. Ia juga menyebutkan tentang syarat-syarat berdirinya negara, bentuk negara, dan bentuk pemerintahan serta hubungan negara dengan agama.
Ia juga mengungkapkan rumusan yang ia beri nama “Dasar Negara Indonesia Merdeka”. Isi dari rumusan tersebut adalah persatuan, kekeluargaan, mufakat dan demokrasi, musyawarah, dan keadilan sosial.
Rumusan tersebut sejalan dengan 5 asas dasar negara yang dipaparkan oleh M. Yamin, yaitu peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Pada salah satu sidang BPUPKI, Moh. Yamin sempat mengusulkan agar Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk menguji undang-undang. Usulan tersebut muncul karena terinspirasi dari pengujian undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat sejak tahun 1796.
Namun, Soepomo menyanggah usulan tersebut dengan tiga alasan. Alasannya adalah konsep dasar UUD adalah pembagian kekuasaan, tugas hakim bukanlah menguji tapi menerapkan undang-undang, dan kewenangan hakim untuk menguji undang-undang akan bertentangan dengan supremasi MPR. Pada akhirnya, gagasan M. Yamin tidak diikutsertakan ke dalam UUD 1945 berkat sanggahan Soepomo.
Ia kemudian menjadi Ketua Panitia Kecil yang tugasnya merancang dan menyempurnakan naskah UUD. Naskah tersebut merupakan hasil rancangan dari Piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945. Selain Soepomo, anggota lainnya antara lain adalah Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, A. A. Maramis, R.P. Singgih, Haji Agus Salim, dan Sukiman Witjosandjojo.
Selain itu, ia juga menjadi bagian dari Panitia Penghalus Bahasa yang bertugas memperbaiki rancangan Undang-Undang Dasar. Tugas tersebut ia laksanakan bersama Prof. Dr. Husein Jayadiningrat dan Haji Agus Salim.
Baca juga: Biografi Al Farabi, Filsuf Islam Pertama yang Menggabungkan Filsafat Yunani Klasik dengan Ilmu Agama
Riwayat Pekerjaan
Hal selanjutnya yang bisa Anda ketahui dari biografi ini adalah riwayat pekerjaan Soepomo. Mulai dari pekerjaan-pekerjaan yang dilakoninya sebelum Indonesia merdeka hingga jabatan-jabatannya di pemerintahan setelah merdeka.
1. Sebelum Indonesia Merdeka
Setelah lulus dari Bataviasche Rechtsschool, Soepomo diangkat sebagai pegawai Pengadilan Negeri di Sragen. Tak lama, ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studinya ke Belanda.
Sepulangnya dari Belanda, ia menjadi pegawai untuk membantu Ketua Pengadilan Negeri di Yogyakarta. Pada tahun 1928, ia diangkat sebagai Ketua Luar Biasa Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Di sela kesibukannya bekerja, ia menyempatkan diri untuk terus menuntut ilmu. Selama tahun 1930 hingga 1932, ia mendalami hukum agraria, hukum adat tanah, dan peradilan.
Tak lama, ia dipindahtugaskan ke Jakarta untuk membantu Direktur Justisi. Saat itu, ia melakukan penelitian tentang hukum adat untuk daerah Jawa Barat.
Bulan Desember 1932, ia diangkat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Purworejo. Enam tahun kemudian, ia kembali dipindahkan ke Jakarta untuk menjadi pegawai tinggi di Departemen Kehakiman.
Ketika terjadi Perang Asia antara Belanda dengan Jepang, Supomo diangkat menjadi dosen hukum adat di Rechts Hooge School (RHS), sebuah sekolah tinggi hukum di Jakarta. Ia menggantikan posisi Prof. Ter Haar yang pulang ke Belanda. Selain itu, ia juga memberikan kuliah hukum adat di Bestuurs Academie (Akademi Calon Pamongpraja) di Jakarta.
Sebelum Jepang datang ke Indonesia, Supomo menjabat sebagai Guru Besar Hukum Adat di RHS. Kemudian pada masa pendudukan Jepang, ia diangkat menjadi Pembesar dan Kepala Jawatan Kehakiman. Ia juga termasuk sebagai Panitia Hukum Adat dan Tatanegara.
2. Setelah Indonesia Merdeka
Jabatan pertama yang ia dapatkan setelah Indonesia merdeka adalah Menteri Kehakiman Indonesia pertama dari tanggal 19 Agustus 1945 hingga 14 November 1945. Saat itu, tugasnya cukup berat karena harus memperbaiki dan mengganti banyak hukum kolonial yang tak lagi sesuai.
Pada Kabinet Sutan Sjahrir, ia diangkat sebagai Penasihat Menteri Kehakiman. Di waktu yang bersamaan, ia aktif sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), organisasi yang menjadi cikal bakal dibentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Pada periode Kabinet Republik Indonesia Serikat, ia kembali diangkat menjadi Menteri Kehakiman Indonesia.
Setelah tak lagi menjabat sebagai Menteri Kehakiman, ia menjadi dosen hukum di Universitas Gadjah Mada dan Akademi Kepolisian Jakarta. Kemudian, ia juga menjadi Rektor Universitas Indonesia ke-2 dengan masa jabatan 1951–1954 menggantikan Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo.
Pada tahun 1954, ia turun dari jabatan Rektor Universitas Indonesia dan digantikan oleh Bahder Djohan. Ia kemudian diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Britania Raya hingga tahun 1956.
Fakta Menarik seputar Soepomo
Sumber: Wikimedia Commons
Selanjutnya, pada biografi Soepomo ini Anda bisa mengetahui beberapa fakta menarik seputar sang Menteri Kehakiman pertama Indonesia.
1. Organisasi yang Pernah Diikuti
Selama kuliah di Belanda, Supomo bergabung dengan organisasi yang bernama Perhimpunan Indonesia atau Indische Vereeniging. Organisasi tersebut merupakan perkumpulan untuk pelajar dan mahasiswa Indonesia yang berada di Belanda.
Organisasi yang dipimpin oleh Mohammad Hatta itu memiliki tujuan untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dari jauh.
Tak hanya itu, ketika kembali ke Indonesia, ia bergabung dengan Jong Java. Pada organisasi pergerakan pemuda itu, ia turut serta aktif pada setiap kegiatan yang dilakukan. Bahkan, ia sempat menjadi pemimpin Jong Java cabang Batavia bersama Basoeki.
Ketika kongres keempat Jong Java diselenggarakan di Bandung pada tahun 1921, terjadi pertentangan antara beberapa cabang. Alasannya karena kubu kaum merah dari cabang Surabaya dan Semarang, yang dikomandoi oleh murid-murid Soekarno, menginginkan agar Jong Java turut serta bergabung dengan perpolitikan Indonesia.
Basoeki dan Soepomo menentang keras keputusan tersebut karena ingin mengembalikan tujuan awal Jong Java sebagai perkumpulan para pelajar pribumi. Sayangnya, aksi protes itu tidak berguna karena pada akhirnya Jong Java benar-benar terjun ke dunia perpolitikan Indonesia.
Baca juga: Biografi Laksamana Malahayati, Pahlawan Perempuan dari Aceh yang Menghabisi Cornelis de Houtman
2. Peran dalam Kongres Wanita
Pada tahun 1928, di Indonesia didirikan Kongres Wanita Indonesia atau Kowani. Organisasi tersebut merupakan perkumpulan dari beberapa organisasi kemasyarakatan wanita Indonesia.
Pada tanggal 22 hingga 25 Desember 1928, Kowani mengadakan Kongres Wanita pertama di Yogyakarta. Saat itu, setidaknya ada 1.000 peserta tergabung dalam 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Pulau Jawa dan Sumatera yang hadir untuk memperjuangkan hak perempuan. Di antara yang hadir itu terdapat juga sejumlah tokoh penting, seperti Mr. Singgih, Dr. Soepomo, Mr. Soejoedi, Dr. Soekiman, dan A. D. Haani.
Tak cuma hadir, ia juga membuat sebuah makalah berjudul Perempuan Indonesia dalam Hukum kemudian mempresentasikannya bersama Ali Sastroadmidjojo. Makalah tersebut merupakan sumbangan pemikirannya seputar pentingnya kesadaran perempuan Indonesian dengan hukum yang berlaku.
3. Rasa Cinta pada Seni
Sejak masih muda, Soepomo sangat menyukai dunia seni. Ia bahkan sempat bergabung dengan perkumpulan wayang orang bernama Krido Yatmoko.
Kecintaannya pada seni membuatnya mahir dalam seni karawitan dan menari Jawa dengan luwes. Bahkan, pada tahun 1927, ia pernah mengadakan pagelaran tari bersama Wiryono Projodikoro di Paris.
Pagelaran tari tersebut berhasil membuat para penonton sangat terkesima. Bahkan, Duta Besar Belanda untuk Perancis saat itu, Dr. Loudon, meminta Soepomo dan Wiryono untuk kembali mengulangi pagelaran tersebut di tempat lain.
Baca juga: Biografi Raden Patah, Putra Raja Majapahit yang Menjadi Pendiri Kesultanan Demak
Akhir Hayat dan Penghargaan dari Pemerintah Indonesia
Sumber: Twitter – fadlizon
Hal terakhir yang bisa Anda ketahui dari biografi Soepomo ini adalah seputar akhir hayatnya. Tak hanya itu, Anda juga bisa membaca tentang penghargaan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia.
Soepomo meninggal di Jakarta pada tanggal 12 September 1958 karena serangan jantung. Jenazahnya dimakamkan di Kampung Yosoroto, Purwosari, Kecamatan Laweyan, Solo.
Pada tanggal 14 Mei 1965, Presiden Soekarno memberikan gelar Pahlawan Nasional pada Soepomo. Gelar tersebut diberikan berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 123 tahun 1965.
Baca juga: Biografi WS Rendra, Kisah Sastrawan yang Mendapat Julukan Si Burung Merak
Semangat Perjuangan yang bisa Didapatkan dari Biografi Soepomo
Demikianlah biografi Soepomo yang membahas tentang kehidupan pribadi hingga jasa-jasanya untuk kemerdekaan Indonesia. Adakah semangat dan motivasi yang bisa Anda dapatkan?
Sejak masih muda, Soepomo selalu fokus mempelajari satu bidang yang paling ia sukai, yaitu hukum. Setelah dewasa, ia bisa benar-benar menguasai bidang tersebut dan dipercaya sebagai ahli.
Anda pun harus sangat fokus dan totalitas dalam mempelajari sesuatu yang diinginkan. Sehingga pada satu titik, Anda bisa sepenuhnya menguasai bidang yang dipelajari tersebut.
Jika Anda ingin mencari biografi tokoh-tokoh lain yang bisa menginspirasi seperti halnya Soepomo, cek kanal Tokoh di PosBagus.com ini. Anda bisa mendapatkan biografi para pahlawan perjuangan, seperti Tan Malaka, WR Supratman, Martha Christina Tiahahu, dan masih banyak lagi.