
Perlawanan terhadap Belanda dilakukan oleh rakyat Indonesia tak hanya ketika mendekati tahun 1945. Jauh sebelum itu, sejak tahun 1800-an, Pangeran Antasari sudah memperjuangkan tanah kelahirannya dari penjajahan Belanda. Kalau Anda ingin mengenal sosoknya lebih dekat, simak biografi Pangeran Antasari yang sudah kami siapkan di artikel ini.
- Nama Asli
- Gusti Inu Kartapati
- Nama Terkenal
- Pangeran Antasari
- Tempat, Tanggal Lahir
- Kayu Tangi, 1809
- Meninggal Dunia
- 11 Oktober 1862
- Pasangan
- Ratu Antasari (Ratoe Idjah) binti Sultan Adam, Nyai Fatimah
- Anak
- Panembahan Muhammad Said, Sultan Muhammad Seman, Putri Kaidah, Putri Hasiah
- Orang Tua
- Pangeran Masohut/Mas'ud (Ayah), Gusti Khadijah binti Sultan Sulaiman (Ibu)
Pangeran Antasari adalah seorang pahlawan nasional yang berusaha untuk memperjuangkan daerah Banjar, Kalimantan Selatan dari penjajahan Belanda. Dalam biografi Pangeran Antasari ini, Anda dapat mengetahui sepak terjangnya dalam mengusir penjajahan Belanda dari Banjarmasin.
Selama berada di Banjar, Belanda melakukan politik Devide et impera atau politik adu domba. Mereka berusaha memecah belah suku-suku pribumi sehingga Indonesia bisa dengan mudah dikuasai.
Oleh karenanya, perlawanan Pangeran Antasari pada pemerintah Belanda saat itu dapat dikatakan sangat sulit. Ia tak hanya harus melawan penjajahan, tapi juga berusaha keras untuk menyatukan bangsa sendiri.
Jika ingin mengenal sosoknya lebih dekat, simak biografi Pangeran Antasari yang ada di artikel ini. Di sini, Anda bisa mengetahui tentang kehidupan pribadinya, perjuangannya selama Perang Banjar, perannya di Kesultanan Banjar, dan masih banyak lagi. Selamat membaca!
Kehidupan Pribadi
Hal pertama yang perlu Anda ketahui pada biografi Pangeran Antasari ini adalah seputar kehidupan pribadinya. Mulai dari masa kecilnya hingga keluarganya.
1. Masa Kecil
Pangeran Antasari lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar dengan nama Gusti Inu Kartapati. Terdapat informasi simpang siur tentang tahun kelahiran Antasari, antara tahun 1797 atau 1809. Ibunya bernama Gusti Khadijah binti Sultan Sulaiman sementara ayahnya bernama Pangeran Masohut (Mas’ud).
Antasari merupakan keturunan dari penguasa Kesultanan Banjar di abad ke-18 yang pengaruhnya mencapai Kalimanan Timur bagian selatan. Ia merupakan cucu dari Pangeran Amir yang gagal menjadi sultan karena campur tangan Belanda.
Antasari memiliki seorang adik perempuan yang dikenal dengan nama Ratu Sultan Abdul Rahman. Nantinya, sang adik menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman bin Sultan Adam.
Meskipun lahir di keluarga Sultan, tapi Pangeran Antasari tumbuh di luar lingkungan istana berbaur dengan pedagang dan petani, juga banyak belajar agama pada para ulama. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika ia tumbuh dengan jiwa sosial yang tinggi dan pengetahuan luas tentang agama Islam.
Sejak masih kecil, ia juga dididik untuk tidak pernah percaya pada Belanda karena pengalaman yang terjadi pada Pangeran Amir. Benar saja, pada tahun 1859 ia kembali merasakan tindakan pemerintah Belanda yang semena-mena.
2. Keluarga Pangeran Antasari
Pangeran Antasari pernah menikah dua kali, yaitu dengan Ratu Antasari (Ratoe Idjah) binti Sultan Adam kemudian dengan Nyai Fatimah adik dari Tumenggung Surapati.
Dari dua pernikahan tersebut, ia dikaruniai 3 putra dan 8 putri. Beberapa di antara nama anaknya adalah Panembahan Muhammad Said, Sultan Muhammad Seman, Putri Kaidah, dan Putri Hasiah.
Panembahan Muhammad Said dan Sultan Muhammad Seman nantinya meneruskan perjuangan sang ayah dalam melawan kolonial Belanda. Bahkan, Sultan Muhammad Seman akan menjadi pemimpin bagi rakyat Banjar dengan gelar Tuan Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Sultan Muhammad Seman.
Baca juga: Biografi Moh Yamin, Tokoh Penting di Balik Lahirnya Sumpah Pemuda dan Pancasila
Terjadinya Perang Banjar
Sumber: Instagram – fauziyah9991
Setelah mengetahui kehidupan pribadi Pangeran Antasari dalam biografi ini, hal selanjutnya yang perlu kamu ketahui adalah peran sang pangeran dalam perang banjar. Peperangan yang dimulai pada tahun 1859 itulah yang membuat pemerintah Belanda mulai terusir dari wilayah Kesultanan Banjar.
1. Alasan Memulai Perang
Pada tahun 1857, pemerintah Belanda dengan sengaja mendukung Sultan Tamjidillah II yang tidak disukai oleh rakyat untuk naik tahta. Sultan Tamjidillah II tidak disukai oleh rakyat Banjar karena terlalu memihak dengan Belanda dan sering merugikan masyarakat.
Tak hanya melakukan interferensi kekuasaan, Belanda juga berusaha melemahkan Kesultanan Banjar dengan melakukan adu domba. Banyak keluarga yang berada di Banjar sempat tercerai berai dan saling bermusuhan.
Melihat hal tersebut, Pangeran Antarasi menghimpun kekuatan beberapa kepala daerah, seperti Tumenggung Singapati, Kyai Adipati Mangkunegara, Demang Leman, Kiai Serta Kara, Tumenggung Surapati, dan Cakrawati. Mereka sepakat untuk mengangkat senjata mengusir Belanda dari Kesultanan Banjar.
2. Peperangan Dimulai
Berdasarkan catatan sejarah, pada tanggal 25 April 1859, Pangeran Antasari memimpin prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron, sebuah kecamatan di Banjar. Sejak saat itulah perang Banjar dimulai.
Pangeran Antasari berhasil mengobarkan semangat perlawanan para rakyat Banjar hingga membuat Belanda kewalahan. Ketika Belanda berniat untuk membujuk dan memberikan hadiah pada Pangeran Antasari, tetap saja ia melakukan perlawanan pada Belanda.
Dengan bantuan dari prajuritnya, ia banyak menyerang pos-pos jaga Belanda yang terdapat di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, dan sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk Cahu. Sayangnya, berdasarkan Gusti Mayur dalam bukunya yang berjudul Perang Banjar (1979), meskipun saat itu pasukan Pangeran Antasari berhasil merebut pos-pos dan benteng pertahanan Belanda, tapi mereka tak berhasil merebut senjata api.
Pada tanggal 18 Februari 1860, ia menulis surat pada kerabatnya di Kerajaan Kutai. Di antaranya adalah Pangeran Purbasari, Pangeran Nata Kusuma, Pangeran Anom, dan Kerta. Surat tersebut berisi permintaan bantuan dukungan, pasokan makanan, dan persenjataan.
Dalam salah satu serangannya, pasukan Pangeran Antasari berhasil meledakkan dan menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda beserta pimpinan kapalnya, Letnan Van der Velde dan Letnan Banger C.
Sayangnya, hal tersebut membuat pemerintah Belanda marah kemudian secara resmi menghapuskan Kesultanan Banjar pada tanggal 11 Juni 1860. Sejak saat itu, wilayah Banjar langsung diperintah oleh seorang Residen dari Hindia Belanda.
Namun, hal tersebut tidak memutuskan semangat juang pasukan Antasari. Peperangan itu justru semakin berkepanjangan dan meluas. Tak hanya di wilayah Banjar saja, tapi hingga ke Kalimantan Tengah.
Pada tanggal 9 Agustus 1860, pasukan Belanda mendapatkan bantuan persenjataan modern dari Amuntai dan berhasil membuat pasukan Pangeran Antasari terdesak. Ia terpaksa memindahkan pusat pertahanannya di Muara Teweh. Meskipun begitu, ia masih berusaha melindungi benteng di Tundakan dan Mount Tongka hingga akhir tahun 1861.
3. Upaya Belanda Melemahkan Pangeran Antasari
Karena gagal mengalahkan pasukan Pangeran Antasari dalam peperangan, Belanda pun berusaha melakukan strategi perangnya, yaitu dengan berunding. Mereka menawarkan perundingan dan menjanjikan kehidupan mewah untuknya.
Namun, Pangeran Antasari tak pernah berhenti memerangi Belanda. Ia menolak mentah-mentah tawaran perundingan tersebut. Bahkan, pada surat bertanggal 20 Juli 1861 yang ia kirimkan pada Letnan Kolonel Gustave Verspijck, ia menuliskan tak akan pernah meminta ampun dan akan terus berjuang untuk menuntut kemerdekaan.
Suatu hari, Belanda pernah menawarkan imbalan 10.000 gulden untuk siapa pun yang bisa menangkap dan membunuh Pangeran Antasari. Namun, hingga perang berakhir, tidak ada seorang pun yang menerima tawaran tersebut.
Pada bulan Oktober 1862, ia berencana untuk melakukan serangan besar-besaran di salah satu benteng Belanda. Sayangnya, saat itu penyakit cacar tengah mewabah di Kalimantan dan ia menjadi salah satu korbannya.
Dari peperangan tersebut, pemerintah Belanda mengumumkan kalau mereka akan memberikan pengampunan pada rakyat Banjar. Namun, ada enam golongan yang tak akan pernah diampuni, yaitu Goesti Kassan dengan keturunannya, Kiai Djaya Lalana, Soero Patty beserta anaknya, Amin Oellah, Demang Lehman, kemudian Pangeran Antasari dan anak-anaknya.
Baca juga: Biografi Sultan Hasanuddin, Raja yang Membawa Kerajaan Gowa Menuju Masa Keemasan
Diangkat sebagai Pemimpin Kerajaan Banjar
Sumber: Instagram – kesultananbanjar_official
Di tengah-tengah terjadinya perang Banjar, Pangeran Antasari diangkat sebagai pemimpin untuk Kerajaan Banjar. Kisahnya akan kami angkat di biografi Pangeran Antasari ini.
Pada peristiwa penyerangan di Pengaron, pihak Belanda menyandera keluarga Pangeran Hidayatullah Khalilullah, termasuk ibunya yang bernama Ratu Siti. Hal tersebut membuat Pangeran Hidayatullah terpaksa harus keluar dari arena gerilya agar keluarganya tidak dibunuh. Sayangnya, Pangeran Hidayatullah justru ditangkap kemudian dibuang ke Cianjur hingga meninggal dunia pada tahun 1904.
Setelah kepergian Pangeran Hidayatullah, Pangeran Antasari pun didaulat untuk menjadi pemimpin. Pada tanggal 14 Maret 1862, bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, ia dinobatkan menjadi pemimpin pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar. Penobatan tersebut dimulai dengan seruan Pangeran Antasari yang terkenal hingga sekarang: Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah.
Ia mendapatkan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin yang berarti pemimpin pemerintahan, panglima perang, dan pemuka agama tertinggi. Penobatan tersebut dihadiri oleh para kepala suku Dayak dan adipati wilayah Dusun Atas, Kapuas, dan Kahayan.
Ia tak hanya memimpin suku Banjar saja, tapi juga suku-suku lain. Beberapa di antaranya adalah suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai, dan suku-suku di sepanjang Sungai Barito. Ia tak hanya memimpin suku-suku yang mayoritas warganya beragama Islam, tapi juga yang memiliki keyakinan Kaharingan.
Baca juga: Biografi Laksamana Malahayati, Pahlawan Perempuan dari Aceh yang Menghabisi Cornelis de Houtman
Akhir Hayat
Sumber: Instagram – razma_razma
Setelah membaca perjalanan hidup Pangeran Antasari dalam biografi ini, Anda perlu mengetahui tentang akhir hayatnya. Karena ia meninggal di tengah-tengah perjuangannya dalam mengusir Belanda dari kampung halamannya.
Perjuangan Pangeran Antasari dalam meraih kemerdekaan tidak pernah berhenti meskipun usianya tak lagi muda. Sayangnya, setelah pertempuran yang terjadi di kaki Bukit Bagantung, Tundakan, ia menderita sakit paru-paru dan cacar.
Setelah sakit parah, ia meninggal dunia pada pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang. Perjuangannya dalam meraih kemerdekaan kemudian dilanjutkan oleh putranya yang bernama Muhammad Seman.
Pada tanggal 11 November 1958, setelah jenazahnya dimakamkan di daerah hulu Sungai Barito selama 96 tahun, keluarga besar dan pemerintahan Banjar berniat memindahkan kerangka Pangeran Antasari. Sesudahnya, tulang tengkorak, tempurung lutut, dan beberapa helai rambut yang tersisa dikuburkan kembali di Taman Makam Perang Banjar di Kelurahan Surgi Mufti, Banjarmasin.
Baca juga: Biografi Raden Patah, Putra Raja Majapahit yang Menjadi Pendiri Kesultanan Demak
Penghargaan sebagai Pahlawan Nasional
Sumber: Wikimedia Commons
Setelah mengetahui penyebab Pangeran Antasari meninggal dunia, hal selanjutnya yang perlu Anda ketahui dalam biografi ini adalah tentang penghargaan yang diberikan oleh pemerintah Indonesia padanya. Karena jasa-jasanya dalam memperjuangkan tanah Banjar dari penjajahan Belanda, ia pun akhirnya ditunjuk sebagai pahlawan nasional.
Pada tanggal 27 Maret 1968, berdasarkan Surat Keputusan No. 06/TK/1968, pemerintah Republik Indonesia menganugerahi gelar Pahlawan Nasional dan Kemerdekaan untuk Pangeran Antasari. Namanya juga diabadikan sebagai julukan untuk Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu Bumi Antasari.
Tak hanya itu, pada tahun 2009, pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) mengabadikan nama dan gambar Pangeran Antasari dalam lembar uang kertas nominal Rp2.000. Kemudian pemerintah daerah Kalimantan Selatan juga menggunakan nama sang pahlawan Banjar sebagai nama Komando Resort Militer (Korem) 101 dan nama Universitas Islam Negeri (UIN) di Banjarmasin.
Baca juga: Biografi HOS Cokroaminoto, Pemimpin Sarekat Islam yang Dijuluki Raja Jawa Tanpa Mahkota
Memaknai Semangat Juang Pangeran Antasari melalui Biografi Ini
Setelah membaca biografi Pangeran Antasari di artikel ini, nilai-nilai apakah yang Anda dapatkan? Apakah Anda semakin termotivasi untuk terus berjuang untuk tanah kelahiran Anda?
Karena perjuangan pada masa modern ini tidak selalu berarti berusaha mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Anda bisa tetap berjuang untuk terus melestarikan wilayah sekitar atau kampung halaman sehingga bisa menjadi lebih maju.
Ketika ada masalah yang menghambat perjuangan itu, bersabarlah dan jangan langsung berhenti atau menyerah. Karena Pangeran Antasari sendiri sampai memiliki sebuah kalimat bijak: Haram menyarah, waja sampai kaputing atau yang berarti haram (atau pantang) menyerah, berjuanglah sampai titik darah penghabisan. Hingga sekarang, frasa “waja sampai kaputing” menjadi moto Provinsi Kalimantan Selatan.
Kalau Anda masih mencari biografi pahlawan lainnya yang bisa menginspirasi seperti Pangeran Antasari, simak kanal Tokoh di PosBagus.com ini. Anda bisa mendapatkan biografi-biografi perdana menteri pertama di Indonesia, pendiri Kesultanan Demak, pencipta lagu Indonesia Raya, dan masih banyak lagi.