
Tentunya Anda tahu Sumpah Pemuda dan Pancasila, bukan? Nah, Mohammad Yamin adalah orang yang sangat berperan di balik terciptanya ikrar penting dan dasar negara bangsa Indonesia tersebut. Ingin tahu lebih banyak tentang lelaki asal Minangkabau ini? Yuk, simak biografi Moh Yamin berikut!
- Nama Lengkap
- Mohammad Yamin
- Tempat, Tanggal Lahir
- Sawahlunto, 23 Agustus 1903
- Meninggal
- 17 Oktober 1962
- Warga Negara
- Indonesia
- Pasangan
- Raden Ajeng Siti Sundari
- Anak
- Dang Rahadian Sinayangsih Yamin
- Orangtua
- Oesman Bagindo Khatib (Ayah), Siti Saadah (Ibu)
Mungkin semua orang Indonesia mengetahui perihal Sumpah Pemuda. Namun, tak semua mengetahui tentang kisah hidup Moh Yamin, salah satu sosok penting di balik ikrar Sumpah Pemuda yang biografinya akan kami sajikan di artikel ini.
Sebelum tahun 1900-an, masyarakat Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh semangat kesukuan. Nah, kurangnya semangat persatuan itulah yang menjadikan perjuangan rakyat Indonesia dalam mengusir penjajah menjadi kurang efektif.
Setelah Sumpah Pemuda diikrarkan, seluruh masyarakat Indonesia dari beragam suku mulai saling bergotong-royong untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa. Mengingat masing-masing daerah memiliki bahasa yang berbeda, dibutuhkan satu bahasa yang sama untuk lebih memudahkan komunikasi antarsuku. Oleh sebab itu, Mohammad Yamin kemudian mengusulkan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu sebagai bahasa nasional.
Bagaimana bisa Mohammad Yamin memutuskan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional? Siapakah ia sebenarnya? Kalau penasaran, simak saja biografi Moh Yamin ini sampai selesai!
Kehidupan Pribadi
Sebelum membahas lebih jauh tentang peran Moh Yamin dalam ikrar Sumpah Pemuda, mari kita bahas terlebih dahulu mengenai latar belakang keluarga, pendidikan, dan kehidupan asmaranya dalam biografi ini.
1. Latar Belakang Keluarga
Mohammad Yamin lahir pada tanggal 23 Agustus 1903 di Talawi, Sawahlunto, Sumatra Barat. Ayahnya yang bernama Oesman Bagindo Khatib, merupakan seorang mantri kopi (inspektur perdagangan kopi di zaman penjajahan Belanda) dan kepala adat di Minangkabau.
Dengan pekerjaan yang prestisius dan pendapatan yang besar, Oesman Bagindo Khatib mampu membesarkan 16 orang anak yang lahir dari kelima orang istrinya. Moh Yamin sendiri merupakan putra Oesman dari istri yang bernama Siti Saadah, wanita asal Solok.
Hampir semua saudara Yamin tumbuh menjadi sosok-sosok intelek. Salah satu yang paling menonjol adalah Djamaloeddin Adinegoro, sastrawan dan wartawan kawakan Indonesia. Djamaloeddin merupakan adik Yamin dari ibu yang berbeda.
Baca juga: Biografi Laksamana Malahayati, Pahlawan Perempuan dari Aceh yang Menghabisi Cornelis de Houtman
2. Pendidikan
Memiliki ayah yang menduduki jabatan tinggi, Yamin berkesempatan untuk menimba ilmu di Hollandsch-Inlandsche School/HIS (sekolah Belanda untuk anak-anak pribumi). Berbeda dengan Inlandsche School yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar, HIS menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantarnya.
Yang bisa mencicipi pendidikan di HIS pun bukan orang sembarangan, melainkan hanya putra-putra bangsawan, tokoh terkemuka, atau pegawai negeri. Sedangkan lama sekolahnya adalah sekitar tujuh tahun.
Setelah lulus HIS, ia melanjutkan pendidikan ke sekolah guru di Bukittinggi. Lulus dari sekolah guru, ia pun merantau ke Bogor untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Pertanian dan Peternakan. Namun, ia tak menyelesaikan sekolahnya dan pindah ke Algemene Middelbare School/AMS Yogyakarta.
Lulus dari AMS pada tahun 1927, Yamin kemudian melanjutkan pendidikannya dengan menjadi mahasiswa di Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta. Ia lulus pada tahun 1932 dan mendapat gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum).
3. Kehidupan Rumah Tangga
Mohammad Yamin, pemuda asli Minangkabau ini mulai tertarik mempelajari kebudayaan Jawa saat jatuh cinta dengan Raden Ajeng Siti Sundari, wanita bangsawan asal Kadilangu, Demak, Jawa Tengah. Yamin yang lebih tua dua tahun dari Siti Sundari, bertemu dengan pujaan hatinya tersebut di Surakarta.
Hubungan yang terjalin di antara mereka berdua menjadi semakin dekat tatkala Sundari pindah ke Bandung dan Yamin berada di Batavia untuk sekolah hukum. Kebetulan, keduanya juga terlibat dalam Kongres Pemuda yang akhirnya menelurkan ikrar Sumpah Pemuda.
Setelah beberapa tahun menjalin hubungan, ia akhirnya menikahi Siti Sundari pada tahun 1937. Dari pernikahan itu, lahirlah seorang anak laki-laki yang diberi nama Dang Rahadian Sinayangsih Yamin.
Putra Mohammad Yamin kemudian menikah dengan Gusti Raden Ayu Retno Satuti, putri Mangkunegoro VIII dan memiliki dua anak, yaitu Bagus Raden Mas Roy Rahajasa Yamin dan Bagus Raden Mas Jayanegara Yamin.
Baca juga: Biografi HOS Cokroaminoto, Pemimpin Sarekat Islam yang Dijuluki Raja Jawa Tanpa Mahkota
Peran Mohammad Yamin dalam Kongres Pemuda
Sumber: Website Resmi Kemendikbud
Kongres Pemuda adalah pertemuan akbar yang diselenggarakan para pemuda dari berbagai organisasi kedaerahan. Nah, Mohammad Yamin adalah sosok yang perannya sangat penting dalam rapat penting ini. Penasaran dengan ceritanya? Simak terus biografi Moh Yamin berikut!
1. Kongres Pemuda I
Kongres Pemuda I diselenggarakan pada 30 April–2 Mei 1926 di Jakarta. Dalam kongres yang bertujuan untuk memperkuat rasa kesatuan dan persatuan pemuda ini, M. Tabrani ditunjuk sebagai ketua, sedangkan Sumarto didaulat sebagai wakil ketua.
Ada sekitar delapan organisasi pemuda yang mengikuti Kongres Pemuda I. Organisasi-organisasi tersebut, yaitu Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, Jong Batak Bond, Struderenden Minahasaers, dan Pemuda Kaum Theosofi.
Kongres Pemuda I menghasilkan beberapa keputusan. Pertama, semua perkumpulan pemuda harus bersatu dalam organisasi pemuda Indonesia. Kedua, mengakui dan menerima cita-cita untuk mewujudkan persatuan Indonesia (meski konsepnya belum jelas karena masing-masing organisasi masih diliputi semangat kedaerahan). Ketiga, berupaya untuk menghilangkan pandangan adat dan sifat kedaerahan yang kolot. Keempat, mempersiapkan diselenggarakannya Kongres Pemuda ke II.
Beberapa bulan setelah Kongres Pemuda I, tepatnya pada September 1926, didirikanlah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) di Jakarta. Dalam rapat yang diselenggarakan PPPI, Mohammad Yamin mengusulkan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional. Yamin mengusulkan hal tersebut karena selama ini, bahasa Melayu memang digunakan sebagai bahasa perdagangan antadaerah.
Namun, Tabrani Soerjowitjitro mengkritik penamaan bahasa Melayu karena terdengar kedaerahan sehingga ditakutkan pemuda-pemuda dari suku yang tak menggunakan bahasa Melayu akan merasa iri. Nah, karena wilayah Hindia Belanda sudah terkenal dengan nama Indonesia, maka bahasanya juga disebut bahasa Indonesia meski unsur-unsurnya dari Melayu.
2. Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II dilaksanakan pada tanggal 27 Oktober–28 Oktober 1928 di Jakarta. Berbeda dari Kongres Pemuda I yang diketuai M. Tabrani, dalam kongres yang kedua ini, kursi ketua diduduki oleh Soegondo Djojopoespito. Joko Marsaid mengisi posisi wakil ketua, Mohammad Yamin sebagai sekretaris, dan Amir Sjarifuddin sebagai bendahara.
Dalam Kongres Pemuda II ini, ada sekitar 10 organisasi pemuda yang terlibat. Organisasi-organisasi tersebut, yaitu Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Batak, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Sekar Rukun, PPPI, Pemuda Kaum Betawi, dan Pemuda Tionghoa yang bertindak sebagai pengamat.
Pertemuan akbar organisasi-organisasi pemuda pada Oktober 1928 ini menghasilkan suatu ikrar yang berisi tiga poin penting. Ikrar tersebut kemudian dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Tak hanya itu, dalam Kongres Pemuda II ini pula, Wage Rudolf Supratman memperdengarkan lagu Indonesia Raya ciptaannya, yang akhirnya menjadi lagu kebangsaan Indonesia.
Baca juga: Biografi Raden Patah, Putra Raja Majapahit yang Menjadi Pendiri Kesultanan Demak
Perannya dalam Perumusan Dasar Negara
Tak hanya berperan besar dalam perumusan Sumpah Pemuda, suami Raden Ajeng Siti Sundari ini rupanya juga berperan dalam perumusan dasar negara bersama Soekarno dan Soepomo. Ini dia kisahnya dalam biografi Moh Yamin.
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) merupakan lembaga bentukan Jepang yang “katanya” digunakan sebagai wadah guna mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Meski sebenarnya Jepang punya maksud lain (tidak benar-benar ingin memberikan kemerdekaan untuk Indonesia), para tokoh-tokoh nasional tetap memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.
Pada tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945, dalam sidang pertama yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat, tokoh-tokoh yang terpilih sebagai anggota BPUPKI membicarakan mengenai dasar negara. Ada tiga orang yang dipersilakan untuk menyampaikan gagasan tentang dasar negara, yaitu Mohammad Yamin, Soepomo, dan Soekarno.
Mohammad Yamin saat itu diberi kesempatan pertama untuk menyampaikan pidatonya tentang dasar negara, tepatnya pada 29 Mei 1945. Ia menjabarkan gagasannya secara luas. Saking panjangnya, Soeroso, wakil ketua sidang BPUPKI sampai-sampai menginterupsi dan mengatakan bahwa apa yang disampaikan Moh Yamin terlalu melebar.
Meski demikian, gagasan yang disampaikan Yamin bisa disederhanakan menjadi lima poin. Kelima poin tersebut adalah peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri ketuhanan, peri kerakyatan, kesejahteraan rakyat.
Kemudian pada 31 Mei 1945, Soepomo yang mendapat giliran menyampaikan pidatonya juga mengungkapkan lima pokok poin dasar negara, yaitu persatuan, kekeluargaan, mufakat dan demokrasi, kesejahteraan sosial, dan keadilan sosial.
Sedangkan Soekarno yang mendapat giliran pidato pada 1 Juni 1945 juga menyapaikan lima pokok poin, yaitu kebangsaan Indonesia, internasionalisme dan peri kemanusiaan, mufakat dan demokrasi, kesejahteraan sosial, dan ketuhanan yang maha esa. Kemudian Soekarno yang mendapat usulan dari kawannya (seorang ahli bahasa), lalu mengusulkan nama Pancasila untuk dasar negara Indonesia.
Baca juga: Biografi Nyi Ageng Serang, Pahlawan Wanita dari Grobogan yang Merupakan Ahli Strategi Perang
Sepak Terjang di Kancah Perpolitikan
Sumber: Wikimedia Commons
Perjalanan politiknya diawali saat ia masih berstatus sebagai mahasiswa Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta. Pada saat itu, ia memutuskan bergabung dengan Jong Sumatranen Bond. Setelah dilaksanakannya Kongres Pemuda I, ia juga menjadi anggota Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia/Pemuda Indonesia/Jong Indonesia.
Beberapa tahun pascalulus kuliah, ia terdaftar sebagai anggota Partai Indonesia (Partindo). Setelah Partindo bubar, ia mendirikan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) bersama A.K. Gani dan Amir Sjarifuddin. Kemudian pada tahun 1939, ia terpilih menjadi anggota Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat yang dibentuk pemerintah Hindia Belanda).
Saat Jepang menduduki Indonesia, Yamin menjadi anggota Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA). Organisasi ini dibentuk pemerintah Jepang guna menarik hati masyarakat Indonesia agar rakyat percaya bahwa Jepang datang untuk membantu Indonesia mewujudkan kemerdekaan.
Pada awal tahun 1945, Jepang yang sudah terdesak dalam peperangan menghadapi Sekutu kemudian membentuk BPUPKI. Saat itu, Mohammad Yamin juga terpilih menjadi salah satu anggota BPUPKI.
Setelah bangsa Indonesia secara resmi menyatakan kemerdekaan, para tokoh-tokoh besar nasional segera membentuk pemerintahan beserta orang-orang yang akan mengisi posisi sebagai pejabat penting.
Nah, sebagai orang yang telah malang melintang di dunia organisasi sejak kuliah hukum dan turut berperan dalam persatuan dan kesatuan bangsa, wajar saja tampaknya jika Yamin juga ditunjuk sebagai pengurus pemerintahan. Berikut ini adalah jabatan dalam kabinet yang pernah dipegang Mohammad Yamin.
- Anggota DPR (sejak tahun 1950)
- Menteri Kehakiman (1951–1952)
- Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan (1953–1955)
- Menteri Urusan Sosial dan Budaya (1959–1960)
- Ketua Dewan Perancang Nasional (1962)
- Ketua Dewan Pengawan IKBN Antara (1961–1962)
- Menteri Penerangan (1962–1963)
Ketika menjabat sebagai Menteri Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayan, Mohammad Yamin banyak mendorong pendirian universitas-universitas negeri dan swasta di Indonesia. Salah satu perguruan tinggi yang didirikan atas usulan Yamin adalah Universitas Andalas di Padang, Sumatera Barat.
Baca juga: Biografi Abdul Haris Nasution, Jenderal Angkatan Darat yang ‘Disingkirkan’ Soeharto
Karya-Karya Mohammad Yamin
Mohammad Yamin merupakan seorang sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum. Oleh sebab itu, pantas saja rasanya jika ia telah menghasilkan banyak karya, seperti yang sudah diulas dalam biografi Moh Yamin ini.
Sebagai sosok yang mahir merangkai kata-kata, Moh Yamin resmi memulai karier sebagai penulis dimulai pada tahun 1920-an. Karya-karyanya yang ditulis menggunakan bahasa Melayu dimuat dalam jurnal Jong Sumatranen Bond. Kemudian pada 1922, untuk pertama kali, puisinya yang berjudul Tanah Air diterbitkan. Tanah Air merupakan himpunan puisi modern Melayu pertama yang mengisahkan tentang kampung halaman Yamin, yaitu Minangkabau.
Semakin lama, ketertarikannya tak hanya terbatas di dunia sastra dan budaya, melainkan juga di bidang sejarah, politik, serta hukum. Dengan demikian, karya-karyanya semakin lama semakin merambah bidang-bidang selain puisi. Berikut hasil karya pria asli Minangkabau ini yang meliputi novel, naskah drama, hingga biografi.
- Tanah Air (1922)
- Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
- Kalau Dewa Tara Sudah Berkata (1932)
- Ken Arok dan Ken Dedes (1934)
- Sedjarah Peperangan Dipanegara (1945)
- Tan Malaka (1945)
- Gadjah Mada (1948)
- Sapta Dharma (1950)
- Revolusi Amerika (1951)
- Proklamasi dan Konstitusi Republik Indonesia (1951)
- Bumi Siliwangi (1954)
- Kebudayaan Asia-Afrika (1955)
- Konstitusi Indonesia dalam Gelanggang Demokrasi (1956)
- Atlas Sejarah dan Lukisan Sejarah (1956)
- 6000 Tahun Sang Merah Putih (1958)
- Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar (1960)
- Ketatanegaraan Madjapahit (1962)
Akhir Hayat Mohammad Yamin dan Penghargaan yang Didapat
Sumber: Sawahlunto Tourism
Mengingat begitu banyaknya jasa-jasa Moh Yamin terhadap negara, pantas saja jika pria asal Minangkabau ini mendapatkan banyak penghargaan, seperti yang kami rangkum dalam biografi Moh Yamin ini.
Pertama, Bintang Mahaputra RI yang merupakan tanda penghargaan tertinggi dari Presiden RI atas jasa-jasanya pada nusa dan bangsa. Kedua, yaitu tanda penghargaan dari Corps Polisi Militer sebagai pencipta lambang Gajah Mada dan Panca Darma Corps. Ketiga, yaitu tanda penghargaan Panglima Kostrad atas jasanya menciptakan Pataka Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat.
Setelah 59 tahun hidup di dunia, pria asal Sawahlunto, Sumatra Barat ini meninggal di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 1962. Sekitar 11 tahun setelah wafatnya, pemerintah Indonesia memberikan gelar pahlawan nasional pada Mohammad Yani lewat Surat Keputusan Presiden RI No. 088/TK/1973.
Baca juga: Biografi Sultan Hasanuddin, Raja yang Membawa Kerajaan Gowa Menuju Masa Keemasan
Pelajaran yang bisa Diambil dari Biografi Moh Yamin
Itu tadi adalah profil dan biografi Moh Yamin yang telah kami rangkum secara lengkap, mulai dari kehidupan pribadi, peran-perannya untuk Indonesia, hingga akhir hayatnya. Apakah Anda sudah merasa puas dengan sajian di atas?
Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dengan membaca biografi Moh Yamin ini. Salah satunya, Anda jadi memahami bahwa yang membuat seseorang selalu diingat oleh orang lain bukanlah karena seberapa banyak hartanya, melainkan karena perbuatan yang bermanfaat untuk orang lain.
Nah, jika ingin mendapatkan motivasi dari biografi tokoh-tokoh selain Moh Yamin, terus simak PosBagus.com. Selain tentang tokoh, banyak juga informasi menarik lain, seperti tentang kuliner, wisata, cerita-cerita lucu, dan lain sebagainya.