
Setiap orang mempunyai caranya sendiri untuk mempertahankan apa yang dicintainya. Termasuk salah satunya Martha Christina Tiahahu, sang pemudi tangguh asal Maluku yang tak takut angkat senjata untuk mengusir penjajah dari tanah kelahirannya. Kisah lengkap mengenai perjuangannya bisa Anda baca lewat biografi Christina Martha Tiahahu berikut ini.
- Nama
- Martha Christina Tiahahu
- Tempat, Tanggal Lahir
- Maluku, 4 Januari 1800
- Meninggal Dunia
- 2 Januari 1818
- Warga Negara
- Indonesia
- Orang Tua
- Paulus Tiahahu (Ayah), Petronela Warlau (Ibu)
Kisah tokoh-tokoh nasional Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia memang menarik sekali untuk diikuti. Salah satunya adalah cerita dari Martha Christina Tiahahu yang bisa Anda baca pada ulasan biografi ini. Pahlawan asal Maluku ini berani melawan penjajah yang menyengsarakan orang-orang di tanah kelahirannya.
Memang, kalau membicarakan tentang pahlawan wanita Indonesia, banyak orang akan langsung tertuju pada RA KArtini, Dewi Sartika, atau Cut Nyak Dhien. Ketiga wanita tangguh tersebut berjuang membantu memerdekakan Indonesia dengan caranya masing-masing.
Namun, jauh sebelum ketiga tokoh itu lahir, ada seorang gadis tangguh bernama Martha Christina Tiahahu. Dia sudah terlebih dahulu berjuang melawan penjajah di barisan paling depan.
Umurnya masih sangat muda ketika memutuskan untuk mendampingi sang ayah berperang melawan Belanda. Dengan suara lantangnya, dia mengobarkan semangat rakyat untuk kembali merebut kembali tanah kelahirannya.
Apakah Anda penasaran dan tidak sabar untuk menyimak cerita sepak terjangnya melawan penjajah? Kalau iya, langsung saja simak kelanjutannya di biografi Martha Christina Tiahahu di bawah ini, ya!
Sekilas tentang Masa Kecil Martha Christina Tiahahu
Salah satu hal yang ingin Anda ketahui saat mencari biografi Martha Christina Tiahahu mungkin adalah mengenai masa kecilnya. Nah, Anda tidak perlu khawatir karena pertanyaan tersebut akan terjawab di sini.
Martha Christina Tiahahu merupakan anak tunggal dari pasangan Paulus Tiahahu dan Petronela Warlau yang lahir pada tanggal 4 Januari 1800 di Abuabu, Nusa Laut, Maluku. Ayahnya merupakan seorang kapitan yang membantu Pattimura berjuang untuk mengusir Belanda dari Maluku.
Sementara itu, ibunya sudah lama meninggal sejak dirinya masih kecil. Ketiadaan seorang ibu tentu membuat hatinya begitu sedih. Tapi, hal itu membuatnya menjadi pribadi berani dan mandiri.
Dirinya begitu dekat dengan sang ayah. Ke mana pun ayahnya pergi, dia selalu ikut. Termasuk ketika ayahnya pergi ke pertemuan untuk merencanakan strategi perang. Maka dari itu, pengetahuan untuk mengatur pertempuran dan membuat pertahanan sudah tidak asing lagi baginya.
Setelah menginjak remaja, Martha Christina Tiahahu meminta izin pada sang ayah untuk ikut maju berperang. Tentu saja ayahnya tidak mengizinkan, usianya masih terlalu muda untuk terjun ke medan perang.
Dalam buku Martha Christina (1981) karangan Dra. Nyonya L.J.H Zacharias disebutkan bahwa Martha membujuk sang ayah sampai tiga kali untuk memperbolehkannya ikut bertempur. Tapi, larangan ayahnya itu seperti sia-sia belaka karena tidak ada yang bisa menahan tekad kuatnya untuk mengusir para penjajah dari tanah kelahirannya.
Baca juga: Biografi Abdul Haris Nasution, Jenderal Angkatan Darat yang ‘Disingkirkan’ Soeharto
Latar Belakang Rakyat Nusa Laut Melawan Belanda
Sebelum berlanjut ke kisah perjuangan Martha Christina Tiahahu dalam biografi ini, ada baiknya Anda mengetahui latar belakang mengapa rakyat Nusa Laut ingin mengusir Belanda dari tanah kelahiran mereka. Mari langsung saja simak kelanjutannya berikut ini.
Pada abad ke-16, Kongsi Dagang Belanda (VOC) tiba di Maluku. Pulau ini memang terkenal menjadi salah satu sumber rempah-rempah yang melimpah. Namun pada saat itu, Maluku sudah terlebih dahulu diduduki oleh Portugis.
Karena ingin memonopoli perdagangan, segala cara dilakukan oleh Belanda untuk merebut Maluku dari Portugis, termasuk melakukan penyerangan. Tepatnya pada tahun 1605, Belanda berhasil menduduki benteng Portugis dan mengusir mereka semua dari sana.
Setelah itu, Belanda menguasai semua perdagangan rempah-rempah di Maluku dan sekitarnya, termasuk di Nusa Laut. Pulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Saparua ini memang dikenal memiliki hasil cengkih bermutu tinggi, maka tidak mengherankan jika rakyatnya dulu mempunyai kehidupan yang cukup layak.
Namun semenjak Belanda menguasai semuanya, banyak rakyat yang menderita dan tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dari itu, timbullah perlawanan sengit untuk mengusir para penjajah agar keluar dari tanah mereka.
Kemudian, para raja-raja, patih, dan tua-tua adat di Nusa Laut mengangkat Thomas Matulessy atau yang lebih dikenal dengan Kapitan Pattimura karena dianggap layak untuk memimpin perjuangan. Rakyat, termasuk Martha Christina dan Paulus Tiahahu pun setuju dan berkomitmen untuk saling membantu.
Baca juga: Biografi Mahatma Gandhi, Sang Empunya Jiwa Agung yang Cinta Damai
Perang Pertama Martha Christina Tiahahu
Ketika menginjak usia 17 tahun, Martha Christina Tiahahu akhirnya mendapat izin dari ayahnya untuk terjun dalam peperangan melawan Belanda. Bersama dengan sang ayah, ia pergi ke hutan untuk menghadiri pertemuan-pertemuan guna mematangkan strategi untuk menghadapi musuh.
Pada tanggal 14 Mei 1817, Martha Christina dan ayahnya menghadiri pertemuan besar di Hutan Saniri yang diprakarsai oleh Pattimura. Di pertemuan itu, mereka mematangkan rencana untuk merebut benteng-benteng pertahanan Belanda, yaitu Beverwijk dan Duurstede.
Di kesempatan itu pula, mereka mengucapkan sumpah janji setia untuk selalu berjuang bersama-sama dan barangsiapa yang berkhianat akan dihukum gantung. Janji tersebut diucapkan berkali-kali hingga benar-benar mengobarkan semangat rakyat untuk berjuang. Sejak saat itu, Martha resmi bergabung dalam gerakan perlawanan Pattimura.
Keesokan harinya saat subuh, Martha Christina Tiahahu dan para pejuang lain yang dipimpin oleh Paulus memulai pertempuran untuk mengambil alih benteng Beverwijk. Serangan yang mendadak dari rakyat itu membuat tentara Belanda kalang kabut.
Perkelahian sengit pun terjadi. Pertumpahan darah dari kedua belah pihak tentu tidak terelakkan. Namun perjuangan tersebut tidak sia-sia karena mereka akhirnya berhasil mengambil alih Benteng Beverwijk. Inilah peperangan pertama Martha Christina Tiahahu dalam ulasan biografi lengkap ini.
Baca juga: Biografi Sultan Ageng Tirtayasa, Pahlawan Nasional Asal Banten yang Dikudeta Putranya Sendiri
Merebut Benteng Duurstede
Perang untuk merebut Benteng Beverwijk telah usai dan memberikan kemenangan pada para pejuang Maluku. Namun, ini semua baru permulaan, jalan masih panjang untuk bisa mengusir penjajah dari tanah mereka.
Nah, target selanjutnya yang akan mereka rebut adalah Duurstede. Benteng ini sangat penting bagi VOC karena merupakan pusat pemerintahan mereka.
Strategi yang digunakan oleh para pejuang yang dikomandoi oleh Pattimura ini masih sama, yaitu bergerilya dan menyerang VOC ketika subuh. Cara ini terbukti ampuh membuat tentara Belanda yang bersiaga di benteng menjadi kocar-kacir.
Lagi-lagi perkelahian sengit pun terjadi. Banyak korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Bahkan, Residen Van den Berg beserta keluarganya yang tinggal di sana juga tewas dan hanya anak laki-lakinya saja yang selamat.
Benteng Duurstede akhirnya dapat dikuasai rakyat Maluku. Hal ini tentu saja membuat kedudukan VOC menjadi goyah. Mereka tentu saja tidak terima dan ingin merebut benteng itu kembali. Akan tetapi, hal itu mustahil untuk diwujudkan karena bala bantuan dan kiriman senjata semuanya sudah dikuasai oleh para pejuang.
Baca juga: Biografi Nelson Mandela, Pejuang Gerakan Anti-Apartheid yang Disegani Dunia
Serangan Balik Belanda
Selanjutnya dalam biografi Christina Martha Tiahahu ini, Anda akan membaca usaha-usaha apa saja yang dilakukan oleh Belanda untuk merebut kembali benteng-benteng pertahanan milik mereka. Setelah beberapa bulan menahan diri, mereka pun mengerahkan semua tenaga untuk menyerang balik.
Salah satunya adalah dengan melakukan operasi besar-besaran yang melibatkan lebih banyak tentara. Tak hanya itu, mereka juga menggunakan peralatan yang lebih canggih.
Namun, yang membuat usaha Belanda berjalan sangat mulus ialah pengkhianatan yang dilakukan oleh Patih Akoon dan Dominggus Tawanakotta. Kedua pengkhianat ini menceritakan dengan detail kepada Belanda mengenai rahasia pertahanan yang dibuat oleh rakyat. Tindakan itu tentu saja sangat berakibat fatal bagi para pejuang.
Para pasukan yang dipimpin oleh Pattimura menjadi kewalahan dan terpaksa harus mengungsi ke pegunungan, tepatnya Desa Ouw-Ulath. Tapi karena peralatan dan persenjataan Belanda lebih canggih, mereka bisa pun bisa dengan mudah menemukan para pejuang.
Pertempuran semakin sengit tatkala pasukan Belanda membakar habis Desa Ouw-Ulath. Hal ini membuat Martha Christiana Tiahahu semakin berapi-api untuk mengalahkan mereka. Dengan membiarkan rambut panjangnya terurai, menggunakan ikat kepala berwarna merah dan memegang tombak, ia memberi komando dan membakar semangat para perempuan untuk ikut membantu berjuang di medan perang.
Sayangnya, para pejuang semakin terdesak. Meskipun mereka sudah mengerahkan seluruh tenaga dan kemampuan, nyatanya masih belum cukup. Terlebih lagi, mereka kalah jumlah dan persenjataan pun kurang memadai.
Keadaan tersebut dimanfaatkan oleh Belanda dengan semakin melancarkan serangan. Rakyat pun tetap berjuang sampai titik darah penghabisan. Karena tidak lagi mempunyai senjata, mereka menggunakan senjata seadanya, yaitu dengan melempari pasukan Belanda menggunakan batu.
Pada akhirnya, mereka tetap kalah. Belanda pun menangkap Kapitan Pattimura, Paulus Tiahahu, Martha Christina, beserta petinggi-petinggi lainnya. Pattimura dan Paulus dihukum mati, sementara Martha dibebaskan karena umurnya yang masih muda.
Baca juga: Biografi Maria Walanda Maramis, Pejuang Emansipasi Wanita dari Minahasa
Ditangkap Kembali oleh Belanda dan Meninggal Dunia
Apakah Anda berpikiran bahwa perjuangan telah usai? Tentu saja belum. Simak kelanjutan kisah perjuangan Christina Martha Tiahahu lewat ulasan biografi ini.
Wanita muda ini tentu tidak menerima begitu saja kalau sang ayah harus dijatuhi hukuman mati. Berbagai cara dilakukannya supaya ayahnya bisa bebas kembali. Tapi, usahanya menemui jalan buntu. Malah, ia harus menyaksikan sendiri bagaimana ayahnya ditembak hingga mati di depan umum karena memimpin pemberontakan.
Kehilangan sang ayah dengan cara yang brutal seperti itu tentu saja membuat Martha sangat sedih dan marah. Ia pun kemudian menghimpun para pejuang dan kembali melakukan perlawanan kepada Belanda.
Sayangnya, pada bulan Desember 1817, ia bersama pejuang lainnya ditangkap dalam sebuah operasi pembersihan yang dilakukan oleh Belanda. Mereka akan dibuang ke Pulau Jawa untuk dijadikan pekerja tanam paksa di perkebunan kopi.
Para pejuang itu diangkut kemudian diangkut menggunakan Kapal Eversten. Di sana, Martha Christina Tiahahu mengalami depresi dan tidak mau berbicara kepada siapa pun. Bahkan, ia juga tidak mau makan.
Rambutnya pun tetap dibiarkannya terurai dan bersumpah tidak akan menggelungnya sebelum mandi darah Belanda. Lama-kelamaan, kondisinya semakin lemah.
Akhirnya, Martha Christina Tiahahu meninggal dunia pada tanggal 2 Januari 1818. Ia disemayamkan dengan penghormatan militer dan jenazahnya pun dilarung di Laut Banda.
Baca juga: Biografi Ibnu Sina, Bapak Kedokteran Modern yang Dituduh Atheis
Apresiasi Terhadap Perjuangan Martha Christina Tiahahu
Perjuangan Martha Christina Tiahahu dalam memperjuangkan kebebasan memang sungguh luar biasa. Maka berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969, ia secara resmi dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh pemerintah Indonesia pada tanggal 20 Mei 1969.
Seperti pahlawan-pahlawan nasional lain, sosoknya juga diabadikan dalam prangko yang diterbitkan pada tahun 1999. Pemerintah juga menetapkan tanggal 2 Januari sebagai Hari Martha Christina Tiahahu. Setiap tanggal tersebut, orang-orang Maluku melakukan prosesi tabur bunga untuk mengenang jasa-jasanya.
Namanya juga diabadikan pada sebuah kapal perang Indonesia yang dibeli dari Inggris pada tahun 1979 lalu. Namun, kapal yang diberi nama KRI Martha Christina Tiahahu ini sudah tidak digunakan lagi.
Selain itu, di tanah kelahirannya juga dibangun monumen setinggi 7 meter. Patung Christina ini dibuat dengan menonjolkan ciri khasnya, yaitu rambut terurainya yang berkibar, mengenakan ikat kepala, dan memegang tombak. Di bawah monumen tertulis “Martha Christina Tijahahu, Mutiara Nusa Laut, Pahlawan Nasional RI, Tak Lelah Berjuang Mengusir Penjajah Belanda dari Maluku, Gugur pada Tanggal 2 Januari 1818.”
Kalau Anda kebetulan sedang merencanakan liburan ke Maluku, tidak ada salahnya untuk mengunjungi salah satu tempat wisata bersejarah ini. Karena di sini, Anda juga bisa menyaksikan keindahan kota Ambon.
Pelajaran yang Bisa Diambil Setelah Membaca Biografi Martha Christina Tiahahu
Demikianlah ulasan biografi Martha Christina Tiahahu yang bisa Anda baca di PosBagus. Semoga bisa memuaskan rasa ingin tahu Anda tentang sosoknya, ya!
Dari kisah hidup dan perjuangannya, ada banyak sekali pelajaran berharga yang bisa Anda teladani dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah semangatnya yang tidak pernah padam untuk mewujudkan apa yang diinginkan. Meskipun mempunyai banyak rintangan, tapi hal itu tidak membuatnya cepat menyerah malah semakin terpacu lagi untuk mendapatkannya. Nah, seperti itulah seharusnya semangat Anda untuk menjalani kehidupan ini.
Nah tidak hanya Martha Christina Tiahahu, Anda juga bisa membaca ulasan biografi tokoh-tokoh lain yang tidak kalah menariknya di PosBagus. Beberapa di antaranya ada Maria Walanda Maramis, Tan Malaka, dan Frans Kaisiepo.
Di PosBagus, Anda juga bisa menyimak informasi seru lainnya yang sayang sekali jika dilewatkan. Ada berbagai artikel mengenai rekomendasi tempat wisata di Indonesia dan olahan kuliner yang bisa Anda coba buat sendiri di rumah. Selamat membaca!