
Bagi penikmat sastra, nama Joko Pinurbo mungkin tidak akan asing. Puisi-puisinya yang eksentrik memang menjadi daya tarik tersendiri. Nah, kalau penasaran dan ingin mengenal sosoknya lebih dekat, Anda bisa menyimak biografi Joko Pinurbo berikut ini.
- Nama
- Philipus Joko Pinurbo
- Nama Terkenal
- Joko Pinurbo/Jokpin
- Tempat, Tanggal Lahir
- Sukabumi, 11 Mei 1962
- Pekerjaan
- Editor, Sastrawan
- Pasangan
- Nurnaeni Amperawati Firmina
- Anak
- Paska Wahyu Wibisono, Maria Azalea Anggraeni
- Orang Tua
- Sumardi (Ayah), Ngasilah (Ibu)
Kebanyakan penyair mungkin menjadikan cinta atau senja sebagai sumber inspirasinya, tapi tidak begitu dengan Joko Pinurbo. Kebanyakan karya-karyanya tercipta dari barang-barang yang mungkin dianggap kurang mempunyai nilai estetika, seperti celana misalnya. Karena keunikannya itulah, banyak orang yang jatuh hati dengan karyanya sehingga mencari biografi Joko Pinurbo untuk mengenalnya lebih dekat.
Meskipun mempunyai nama yang besar, Joko Pinurbo atau yang lebih akrab disapa Jokpin merupakan pribadi yang sederhana dan tidak neko-neko. Selain itu, dirinya juga dikenal pendiam. Ia sendiri memang mengaku lebih suka keheningan daripada di tempat ramai.
Sejak kecil, penyair ini memang dikenal suka sekali membaca. Namun, ia mulai menyukai puisi ketika dirinya berumur 15 tahun setelah membaca karya-karya Goenawan Mohamad dan Sapardi Djoko Damono.
Jalan yang ditempuhnya untuk menjadi seorang penyair terkenal seperti sekarang tentu tidaklah mudah. Bahkan, ia pernah membakar ratusan puisinya karena merasa kecewa tidak diterima penerbit.
Untungnya, ia tidak menyerah dan terus berkarya. Salah satu karya fenomenal yang pernah dirilis Joko Pinurbo adalah buku kumpulan puisi berjudul Celana (1999) yang langsung laris manis di pasaran.
Yang baru saja Anda baca hanyalah secuil informasi tentang Joko Pinurbo dalam ulasan biografi ini. Kalau ingin tahu lebih banyak, simak kelanjutannya di bawah ini, ya!
Riwayat Pendidikan Joko Pinurbo
Salah satu hal yang terlintas di kepala Anda saat mencari biografi Joko Pinurbo mungkin adalah ingin mengetahui sedikit cerita kehidupan pribadinya, kan? Kalau iya, tidak usah khawatir karena pertanyaan-pertanyaan Anda akan dijawab di sini.
Jokpin lahir di Sukabumi pada tanggal 11 Mei 1962 dari pasangan Sumardi dan Ngasilah. Meskipun lahir di Jawa Barat, sulung dari empat bersaudara ini asli orang Yogyakarta. Ceritanya, ia hanya menumpang lahir di sana.
Sejak kecil, ia tumbuh dalam kesederhanaan. Wajar saja, sang ayah dulunya hanya seorang guru di sebuah sekolah swasta pelosok. Sementara itu, ibunya hanyalah ibu rumah tangga biasa.
Jokpin menempuh pendidikan dasarnya di SD Mardi Yuana Warung Kiara di Sukabumi. Setelah itu, ia dititipkan pada sang paman yang tinggal di kampung halaman orang tuanya di Sleman. Di sini, ia bersekolah di SMP Sanjaya Babadan dan lulus pada tahun 1976.
Ketika lulus SMP, sang ayah menginginkan anak laki-lakinya tersebut untuk menjadi seorang pastor. Diketahui, Joko Pinurbo beragama Katolik.
Setelah lulus ujian masuk, ia kemudian melanjutkan sekolah di Seminari Mertoyudan, Magelang. Seminari adalah lembaga pendidikan untuk para calon pemuka agama Katolik.
Karena diterima di seminari, ia harus hidup di asrama dan berpisah dari keluarganya. Di sana, ia dikenal sebagai anak yang tidak terlalu banyak bicara, tapi begitu gemar membaca. Kegiatan yang paling sering dilakukannya adalah membaca buku di perpustakaan. Bahkan, ia pernah kabur dari kelas hanya untuk membaca buku.
Jokpin lulus dari Seminari Mertoyudan pada tahun 1981. Alih-alih meneruskan pendidikannya ke seminari tinggi, ia malah memilih untuk sekolah ke perguruan tinggi. Dengan begitu, pupus sudah harapan orang tua menjadikannya seorang pastor.
Ia kuliah di Universitas Sanata Dharma dengan mengambil jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Inilah sedikit tentang riwayat pendidikannya yang bisa Anda baca di ulasan biografi Joko Pinurbo.
Baca juga: Biografi Seno Gumira Ajidarma, Pengarang yang Menolak Disebut Sastrawan
Kehidupan Kuliah dan Menjadi Seorang Dosen
Selanjutnya dalam biografi Joko Pinurbo ini, Anda akan membaca mengenai kisahnya sebagai seorang mahasiswa dan bagaimana dirinya bisa diangkat menjadi dosen di alamamaternya itu. Mari simak kelanjutannya berikut!
Ketika masih kuliah, Jokpin bukanlah termasuk mahasiswa yang rajin atau pintar. Ia lebih aktif mengikuti kegiatan di luar mata kuliah yang diajarkan.
Pada tahun 1983–1984, laki-laki dikenal cuek ini pernah menjadi Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa. Ia juga mendirikan grup Sanggar Kelana bersama temannya-temannya.
Tak hanya itu saja, ia merangkap menjadi editor di majalah Gatra dan Sadhar. Perlu diingat, ia pun makin aktif untuk menulis puisi. Beberapa karyanya pernah di muat ke surat kabar maupun majalah.
Karena merasa asyik dengan kegiatan-kegiatannya itu, ia pun menjadi malas untuk menyelesaikan pendidikannya. Nilai-nilainya pun tidak terlalu bagus.
Ia sempat ingin keluar saja, tapi kemudian mempertimbangkan keputusannya kembali. Terlebih, ia berasal dari keluarga yang sederhana bisa semakin susah kalau tidak mendapatkan ijazah.
Pada tahun 1987, Joko Pinurbo akhirnya lulus dari Universitas Sanata Dharma selama kurang lebih enam tahun menimba ilmu di sana. Setelah lulus, ia kemudian diangkat menjadi dosen di almamaternya tersebut.
Meskipun dulu masih terbilang baru, tapi Jokpin menjadi salah satu dosen favorit para mahasiswanya. Pernah dalam suatu kelas, ia mengajar lebih dari 120 mahasiswa.
Hal utama yang membuatnya banyak disukai adalah metode pengajarannya yang berbeda dari dosen-dosen lain. Jika pada umumnya, suatu materi diperkenalkan menggunakan teori-teori, tapi ia mengajak para mahasiswa untuk terlibat langsung.
Di kelasnya, ada semacam mimbar bebas di mana anak-anak bisa terlibat langsung dan menunjukkan kreatifitas. Maka dari itu, suasana selama pembelajaran menjadi lebih hidup dan menyenangkan. Metode pengajarannya tersebut terinspirasi dari dirinya sendiri yang tidak terlalu suka kalau terlalu banyak teori.
Selain itu, ia memang dikenal sebagai salah satu pribadi yang membumi. Tidak hanya bercengkerama dengan mahasiswanya di kelas saja, tapi juga sering ikut bergabung ketika mereka mempunyai kegiatan santai.
Baca juga: Biografi Ernest Douwes Dekker, Aktivis Keturunan Belanda yang Memperjuangkan Nasib Kaum Pribumi
Karier di Dunia Penerbitan
Beberapa tahun bekerja sebagai dosen membuat Joko Pinurbo merasa bosan dan kurang tertantang. Terlebih lagi, tipe mahasiswa yang diajarnya kian tahun semakin pasif sehingga dirinya harus lebih banyak bicara. Hal tersebut membuatnya merasa lelah.
Ia kemudian beralih profesi menjadi editor di Gramedia pada tahun 1992. Pada awalnya, ia bekerja di kantor pusat di Jakarta. Beberapa bulan kemudian, dirinya kemudian ditarik ke Yogyakarta.
Di sini, ia bekerja di unit Gramedia yang mencetak buku-buku pelajaran sekolah, yaitu Grasindo. Akan tetapi, mulanya ia mengurus majalah berjudul Arif yang secara khusus menjawab soal-soal ujian pendidikan dasar.
Selain menjadi editor, Jokpin juga turut serta dalam proyek sekolah dasar Mangunan yang digagas oleh Romo Mangunwijaya dan Gramedia. Kerja sama dalam proyek tersebut juga membangun kedekatannya dengan Romo Mangunwijaya.
Beliau adalah satu satu orang yang percaya dan mengagumi potensi Jokpin sebagai seorang penyair. Setelah sang romo meninggal, ia bahkan diberi tanggung jawab untuk mengurus proyek kerja sama tersebut.
Pada tahun 1999, pria yang pernah tinggal di Sukabumi ini kemudian dipindah ke Bank Naskah Gramedia. Pada periode tersebut, ia sudah tidak terlalu terlibat aktif dalam proyek sekolah dasar Mangunan sehingga bisa kembali berkonsentrasi untuk berkarya sebagai seorang penyair.rnrnBaca juga: Biografi Robert Budi Hartono, Pengusaha Rokok Terkaya di Indonesia
Terjun Menjadi Penyair di Usia yang Sudah Tidak Muda
Mengenai riwayat pendidikan, pekerjaan sebagai dosen, dan kiprahnya di dunia penerbitan sudah Anda simak melalui ulasan biografi Joko Pinurbo di atas. Nah, selanjutnya bagian ini mungkin Anda tunggu-tunggu, yaitu pembahasan mengenai kariernya sebagai seorang penyair.
Seperti yang telah Anda baca di atas, ketertarikannya pada dunia puisi mulai tumbuh ketika dirinya berusia 15 tahun. Apakah Anda tahu siapa saja penyair yang membuatnya terinspirasi saat itu? Ternyata mereka adalah Goenawan Mohamad dan Sapardi Djoko Damono.
Dirinya merasa tergugah saat membawa puisi milik Goenawan yang berjudul Kwatrin tentang Sebuah Poci. Sementara Sapardi Djoko Damono membuat Jokpin bisa memahami sesuatu secara sederhana melalui karyanya yang berjudul Duka-Mu Abadi (1969).rnrnPada tahun 1986, bersama 30 penyair yang lain, karyanya masuk ke dalam antologi puisi berjudul Tugu yang disusun oleh Linus Suryadi. Nah, di tahun yang sama, ia juga pernah membuat karya stensilan yang diberi judul Parade Kambing dan Sketsa Selamat Malam. Akan tetapi, ia merasa “kurang sreg” dengan karya tersebut dan menganggapnya hanyalah untuk latihan saja.
Setelah sempat membakar semua karya-karyanya karena dianggap tidak layak oleh penerbit, Joko Pinurbo akhirnya bisa resmi merilis karyanya sendiri pada tahun 1999. Buku kumpulan puisinya yang diberi judul Celana tersebut langsung meroketkan namanya.
Kalau dipikir-pikir, para penyair biasanya memilih tentang angin, hujan, gerimis, atau senja untuk sajak-sajak mereka. Lantas, hal apa yang membuat dirinya memilih “celana”?
Dalam sebuah wawancara, ia mengaku bahwa mungkin ia tidak dapat “bersaing” jika mengikuti arus seperti yang lain. Maka dari itu, ia mempelajari dan mencari celah mengenai suatu hal yang belum pernah disinggung oleh penyair lain.
Meskipun awalnya merasa ragu dan takut dicaci oleh orang-orang, ia tetap nekat saja. Lalu, jadilah kumpulan puisi Celana ini yang kemudian menjadi ikon bagi dirinya.
Baca juga: Biografi Laksamana Malahayati, Pahlawan Perempuan dari Aceh yang Menghabisi Cornelis de Houtman
Karya-Karya dan Penghargaan yang Diterima Joko Pinurbo
Celana milik Joko Pinurbo yang menggabungkan unsur humor, narasi, dan ironi pun menjadi fenomenal. Usianya sudah menginjak 37 tahun kala namanya melambung. Akan tetapi, tiap orang memang memiliki waktunya masing-masing bukan?
Bahkan, buku tersebut mendapatkan penghargaan Sastra Lontar pada tahun 2011. Di tahun itu pula, ia mendapatkan penghargaan Buku Puisi Terbaik dari Dewan Kesenian Jakarta serta Sih Award yang merupakan penghargaan jurnal puisi terbaik.
Tak lama setelah itu, dirinya kembali merilis buku puisi, yaitu Di Bawah Kibaran Sarung (2011) dan Pacarkecilku (2012). Dua karyanya tersebut sempat mendapatkan nominasi di ajang Khatulistiwa Literary Award. Seolah-seolah kecanduan untuk menelurkan karya, dari tahun 2001–2007, Jokpin mengeluarkan buku kumpulan puisi tiap tahunnya.
Oh iya, sebelum menerbitkan karya-karyanya sendiri, karyanya juga diikutsertakan dalam buku-buku antologi puisi. Selain Tugu, beberapa antologi puisinya yang lain adalah Tonggak (1987), Sembilu (1991), Mimbar Penyair Abad 21 (1996), dan Utan Kayu Tafsir dalam Permainan (1998).
Tidak hanya menulis puisi, ia ternyata juga aktif menulis esai. Esai-esai tersebut diterbitkan oleh berbagai oleh surat kabar maupun majalah ternama, seperti Horison, Suara Pembaruan, Kompas, dan lain-lain.
Sementara itu, namanya juga semakin dikenal oleh penikmat sastra internasional. Joko Pinurbo telah beberapa kali diundang dalam berbagai acara pembacaan puisi tingkat internasional. Beberapa di antaranya adalah Poetry Festival Winternachten Transnational (2001) di London, Festival of Arts Winternachten (2002) di Belanda, International Poetry Festival-Indonesia (2002) di Solo, dan Indonesian Poetry Forum (2012) di Jerman.
Nyatanya tidak hanya Sapardi Djoko Damono saja yang memperoleh penghargaan SEA Write Award, tapi Jokpin juga. Penghargaan tersebut diterimanya pada tahun 2014 lalu.
Pada awal Bulan Oktober tahun 2019, penulis Surat Kopi ini mendapatkan penghargaan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X. Bersama 21 budayawan lainnya, ia mendapatkan Anugerah Kebudayaan sebagai pelestari seni. Inilah informasi tentang karya dan penghargaan yang bisa Anda baca di ulasan biografi Joko Pinurbo ini.
Baca juga: Biografi HOS Cokroaminoto, Pemimpin Sarekat Islam yang Dijuluki Raja Jawa Tanpa Mahkota
Salah Satu Karya Jokpin yang Menyentil
Joko Pinurbo dikenal sebagai seorang penyair yang mengikuti perkembangan zaman. Maka tidak heran jika penikmat karyanya terdiri dari berbagai kalangan, baik itu kawula muda maupun yang sudah tua. Salah satunya adalah puisi di bawah ini yang diunggah pada media sosial pribadinya.
Doa Orang Sibuk yang 24 Jam Sehari Berkantor di Ponselnya.
“Tuhan, ponsel saya
rusak dibanding lindu.
Nomor kontak saya hilang semua.
Satu-satunya yang tersisa ialah nomorMu.”Tuhan berkata,
“Dan itulah satu-satunya nomor yang tak pernah kausapa.”
Kira-kira bagaimana perasaan Anda setelah membaca puisi ini? Apakah merasa tersentil dengan apa makna yang tersampaikan?
Kadang kala, Anda mungkin terlalu sibuk mengurus urusan duniawi hingga tidak pernah beribadah. Namun ketika semua orang pergi dan Anda tidak punya siapa-siapa, barulah Anda sadar lalu kemudian mencari keberadaan Tuhan
Baca juga: Biografi WS Rendra, Kisah Sastrawan yang Mendapat Julukan Si Burung Merak
Menulis Novel Perdana
Joko Pinurbo memang sudah berkecimpung cukup lama di dunia sastra. Dirinya telah melahirkan lebih dari 500 puisi yang diterbitkan dalam 12 buku.
Di tahun 2019, ia pun melebarkan sayap dengan menulis novel. Jika Anda ingin mengetahui informasi selengkapnya, langsung saja lanjutkan membaca biografi Joko Pinurbo berikut ini.
Novel perdana Joko Pinurbo tersebut berjudul Srimenanti yang dirilis pada akhir Maret 2019 di Yogyakarta. Sebulan kemudian, barulah ia memboyong “anaknya” tersebut ke Jakarta bersama Gramedia Pustaka Utama.
Lewat sebuah wawancara, penulis Kekasihku ini mengaku menyelesaikan novelnya dalam waktu kurang lebih empat bulan. Ide ceritanya sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000-an ketika dirinya menulis Laki-Laki Tanpa Celana yang merupakan cikal bakal novel tersebut. Menariknya, puisi itu sendiri ternyata merupakan sebuah puisi balasan untuk sajak Sapardi Djoko Damono yang berjudul Pada Suatu Pagi Hari.
Meskipun dunia tulis menulis sudah tidak asing lagi, tapi baginya menulis novel memberikan tantangan tersendiri. Pasalnya, ia mengaku agak kesulitan menulis cerita yang cenderung panjang. Karena selama menulis puisi, dirinya lebih sering memadatkan kalimat.
Srimenanti berkisah tentang seseorang yang mengalami trauma dan butuh waktu yang cukup lama untuk menyembuhkan dirinya. Tidak sekadar karangan belaka, ternyata kisahnya diambil dari pengalaman seseorang yang begitu dikenal Jokpin.
Novel ini begitu laris di pasaran, hingga beberapa bulan perilisannya sudah masuk ke ke cetakan kedua. Kalau penasaran dan ingin mengetahui seperti apa kisahnya, Anda bisa mengunjungi toko-toko buku terdekat.
Sedikit Kisah Mengenai Keluarga dan Kepribadian Jokpin
Cerita menarik mengenai pendidikan, karier, hingga karya-karyanya sudah Anda baca lewat ulasan biografi Joko Pinurbo di atas. Nah, ada satu lagi informasi yang tidak kalah menarik dan sayang sekali kalau dilewatkan begitu saja, yaitu sedikit cerita mengenai keluarga dan kepribadiannya.
Setelah bekerja, Jokpin kemudian menikahi kekasihnya, yaitu Nurnaeni pada tanggal 28 Februari 1991. Ia sudah mengenal sang istri dari semasa kuliah.
Dari pernikahan tersebut, pasangan ini dikaruniai sepasang anak laki-laki dan perempuan bernama Paskasius Wahyu Wibisono dan Maria Azalea Anggraeni. Meski disibukkan dengan pekerjaan dan kegiatannya sebagai penyair, namun Jokpin bisa membagi waktu sehingga tetap mempunyai hubungan yang dekat dengan anak-anaknya.
Sering kali, keluarga Jokpin menghabiskan waktu bersama dengan membaca buku bersama. Terlebih lagi, kedua anaknya memang suka membaca buku. Sehingga tiap kali Jokpin pergi ke luar kota, oleh-oleh yang dibawanya pasti tidak jauh-jauh dari buku.
Nah, seperti yang sudah Anda baca di atas, laki-laki yang suka merokok ini memang seorang introvert yang tidak banyak omong dan lebih menyukai suasana tenang. Sang istri pun menuturkan kalau selain pendiam, suaminya itu adalah orang yang memegang teguh prinsip. Selama apa yang dilakukannya baik, istrinya itu akan selalu mendukungnya.
Tidak hanya itu saja, Joko Pinurbo juga dikenal sebagai orang yang begitu sederhana dan membumi. Ia pun menjalin relasi yang baik, juga akrab dengan para tetangganya. Sama seperti bapak-bapak pada umumnya, ia juga aktif mengikuti kegiatan seperti ronda malam.
Meskipun begitu, ia tidak pernah menyombongkan dirinya sebagai seorang penyair ternama. Tetangganya saja hanya mengira kalau ia adalah pekerja kantoran, bukan orang terkenal. Bahkan, salah satu teman dekatnya mengetahui jika dirinya penyair setelah 10 tahun kenal.
Nilai yang Dapat Diambil Setelah Membaca Biografi Joko Pinurbo
Demikianlah informasi lengkap mengenai Joko Pinurbo yang bisa Anda simak di ulasan biografi di atas. Semoga setelah membacanya, rasa penasaran Anda terhadap sosok yang eksentrik ini bisa sedikit berkurang.
Ada banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari sosok Joko Pinurbo, sang penulis sajak Paskah. Salah satunya adalah tidak ada kata terlambat untuk mengejar impian Anda. Tetap perjuangkanlah hal tersebut karena setiap orang mempunyai waktunya masing-masing untuk bersinar.
Nah, di PosBagus, Anda tidak hanya bisa membaca biografi Joko Pinurbo saja, tapi ada juga tokoh-tokoh lain yang tidak kalah menginspirasi. Beberapa di antaranya adalah Sukanto Tanoto, Seno Gumira Ajidarma, Moh Yamin, Tan Malaka, dan masih banyak lagi.
Selain biografi, Anda juga bisa menyimak informasi menarik lain di sini yang sayang sekali jika dilewatkan. Mulai dari kutipan motivasi hidup, informasi mengenai tempat wisata menarik, hingga resep-resep kuliner yang bisa dicoba di rumah. Simak terus PosBagus, ya!