
Pernah mendengar nama Averroes? Ia adalah sosok cendekiawan muslim asal Kordoba yang menjadi sangat terkenal karena berhasil menafsirkan dan merangkum karya-karya Aristoteles. Nah, jika Anda penasaran dengan kisah hidupnya, berikut sudah kami sajikan profilnya secara lengkap dalam biografi Ibnu Rusyd ini.
- Nama Asli
- Abu Al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd
- Tahun Lahir
- 1126
- Meninggal
- 11 Desember 1198
- Orang Tua
- Abu Al Qasim Ahmad
- Warga Negara
- Spanyol
Ada banyak cendekiawan muslim yang sangat berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan saat ini. Nah, dari sekian banyak cendekiawan, ada satu sosok bernama Ibnu Rusyd yang akan dibahas dalam biografi ini.
Tak seperti nama-nama cendekiawan lain, seperti Al Farabi atau Ibnu Sina, mungkin Anda kurang familiar dengan nama Ibnu Rusyd. Ya, itu wajar saja karena pria asal Kordoba ini lebih dikenal dengan nama Averroes di dunia Barat.
Averroes memiliki julukan Sang Penafsir atau dalam bahasa Inggris disebut The Commentator. Sebab, karya-karya filsafatnya lebih difokuskan untuk menafsirkan atau meringkas karya-karya Aristoteles.
Namun, selain di bidang filsafat, Averroes juga menghasilkan karya lain, seperti dalam bidang kedokteran, astronomi, maupun fisika. Jadi, apakah Anda ingin tahu kisah hidup Averroes selengkapnya? Jika ya, berikut sudah kami rangkum biografi Ibnu Rusyd secara lengkap.
Kehidupan Pribadi
Sebelum membahas lebih jauh tentang karya-karya Ibnu Rusyd, ada baiknya kita bahas latar belakang keluarga dan pendidikannya terlebih dahulu dalam biografi ini. Dengan demikian, Anda akan mengerti bagaimana ia bisa menjadi sosok cendekiawan muslim.
1. Latar Belakang Keluarga
Ibnu Rusyd (ابن رشد) memiliki nama lengkap Abu Al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd (أبو الوليد محمد ابن احمد ابن رشد). Ia lahir di Kordoba yang saat itu merupakan wilayah Kerajaan Murabithun, pada tahun 1126 Masehi atau 520 Hijriyah.
Ia berasal dari keluarga terpandang yang banyak berjasa dalam bidang agama dan hukum. Kakeknya yang bernama Muhammad ibn Ahmad ibn Ahmad ibn Rusyd, pernah menjabat sebagai hakim kepala (qadhi al qudhat) di Kordoba. Tak hanya itu, sang kakek juga merupakan imam Masjid Agung Kordoba.
Sedangkan ayahnya, Abu Al Qasim Ahmad juga menduduki posisi hakim (qadhi). Namun, pada masa ayahnya menjadi hakim, Kota Kordoba yang tadinya masuk dalam wilayah kekuasaan Murabithun jatuh ke tangan Kekhalifahan Muwahhidun.
2. Pendidikan
Terlahir dalam keluarga terpandang dan memiliki harta yang cukup, Ibnu Rusyd bisa mendapatkan kesempatan belajar yang sangat layak. Orang tuanya bahkan mampu menghadirkan guru-guru hebat untuk mengajarkan berbagai bidang ilmu padanya, seperti hadits, fikih (hukum Islam), kedokteran, dan akidah (teologi).
Guru fikihnya adalah Al-Hafiz Abu Muhammad ibn Rizq yang menganut mazhab Maliki. Selain belajar pada Abu Muhammad ibn Rizq, ia juga belajar ilmu fikih pada ayahnya yang memfokuskan pembelajaran pada kitab Muwattha karya Imam Malik. Jadi, tak heran bila dalam usia yang masih tergolong muda, ia telah menghafal seluruh isi kitab Muwattha.
Di bidang hadits, ada sosok Ibnu Bayskuwal yang menjadi gurunya. Ibnu Basykuwal merupakan murid dari kakeknya. Sedangkan untuk ilmu kedokteran, ia belajar pada Abu Jafar Harun dan Abu Marwan ibn Jarbun Al Balansi.
Saat muda, ia sangat tertarik dengan karya-karya Ibnu Bajjah atau yang juga dikenal dengan nama Avempace, seorang astronom, filsuf, musisi, dokter, fisikawan, psikolog, botanis, dan sastrawan asal Andalusia.
Ia sangat suka mempelajari akidah dari mazhab Asy’ariyah, meski saat dewasa ia kemudian mengkritik mazhab ini. Tak hanya itu, sejak muda ia juga sudah berminat pada ilmu alam dan filsafat yang dikembangkan para ilmuwan Yunani. Di luar ilmu-ilmu tersebut, ia juga belajar tentang matematika, astronomi, dan fisika.
Baca juga: Biografi Sunan Bonang, Anggota Wali Songo yang Letak Makam Aslinya Masih Diperdebatkan
Perjalanan Karier
Memiliki kecerdasan yang luar biasa dan wawasan yang luas membuat Averroes bisa memiliki karier yang cemerlang. Bagaimana kisah selengkapnya? Ini dia ulasannya dalam biografi Ibnu Rusyd.
1. Berkenalan dengan Khalifah Muwahhidun
Tahun 1153, Averroes melakukan pengamatan astronomi di Kota Marrakesh. Saat itu, ia berusaha mencari hukum fisika tentang pergerakan benda langit, tapi sayangnya penelitian tersebut gagal.
Pada kisaran tahun itu pula ia mengenal Ibnu Thufail, seorang filsuf dan penulis novel terkenal yang berprofesi sebagai dokter istana. Mereka kemudian menjadi teman baik, meski terkadang berselisih dalam memahami filsafat.
Tahun 1169, Ibnu Thufail mengenalkan Averroes pada Abu Yaqub Yusuf, penguasa Kekhalifahan Muwahhidun. Dalam pertemuan tersebut, Abu Yaqub Yusuf bertanya mengenai pendapatnya tentang langit, apakah sudah ada sejak dahulu atau memiliki awal mula. Awalnya, ia tidak mau menjawab karena sadar pertanyaan sang khalifah adalah topik yang saat itu masih menjadi kontroversi.
Namun, Abu Yaqub Yusuf tetap melanjutkan percakapan tersebut dengan mengemukakan pendapat dari para filsuf Yunani, seperti Aristoteles dan Plato. Setelah melihat bahwa sang khalifah juga menyukai filsafat, ia pun memberanikan diri untuk mengutarakan pendapatnya. Di luar dugaan, Abu Yaqub Yusuf ternyata terkesan dengan pemikirannya.
Setelah pertemuan tersebut, Averroes jadi memiliki hubungan yang baik dengan Abu Yaqub Yusuf. Ketika Abu Yaqub mengeluhkan sulitnya memahami karya Aristoteles pada Ibnu Thufail, Thufail pun menyarankan agar sang khalifah meminta Averroes untuk menjabarkannya. Ya, peristiwa ini menjadi awal proyek Averroes menulis penafsiran karya Aristoteles.
Baca juga: Biografi Laksamana Malahayati, Pahlawan Perempuan dari Aceh yang Menghabisi Cornelis de Houtman
2. Diangkat Menjadi Hakim dan Dokter
Masih di tahun 1169, Averroes diangkat menjadi hakim di Sevilla. Ia ditugaskan memutuskan kasus pengadilan dan memberikan pendapat hukum sesuai aturan Islam. Dua tahun kemudian, tepatnya pada 1171, ia ditugaskan menjadi hakim di kampung halamannya, Kordoba.
Bertugas sebagai hakim mengharuskan ia banyak melakukan perjalanan dinas. Ingin memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, kesempatan berkunjung ke berbagai tempat itu ia pergunakan untuk melakukan penelitian astronomi.
Pada tahun 1179, ia kembali ditarik ke wilayah Sevilla untuk menjadi hakim di sana. Tiga tahun setelah itu, yaitu pada tahun 1182, Averroes diangkat sebagai dokter istana. Ia menggantikan posisi Ibnu Thufail yang saat itu telah memasuki masa pensiun.
Kemudian di tahun yang sama, ia diangkat sebagai hakim kepala (qadhi al qudhat) di Kordoba. Posisi ini beberapa tahun sebelumnya pernah dijabat oleh kakeknya, Muhammad ibn Ahmad ibn Ahmad ibn Rusyd.
Baca juga: Biografi Al Farabi, Filsuf Islam Pertama yang Menggabungkan Filsafat Yunani Klasik dengan Ilmu Agama
Pertentangan terhadap Karya Al Ghazali
Sumber: Nahdlatul Ulama
Abu Hamid Muhammad ibn Muhammad Al Ghazali Ath-Thusi Asy-Syafi’i atau yang dikenal Al Ghazali (1058–1111 M) adalah cendekiawan muslim asal Persia yang menulis buku Tahafut Al Falasifah. Kemudian 15 tahun setelah kematiannya, lahirlah seorang anak yang saat ini dikenal dengan nama Averroes.
Ketika dewasa, Averroes menulis buku berjudul Tahafut At Tahafut yang sedikit banyak membantah pendapat Al Ghazali. Seperti apa isinya? Tetap simak biografi Ibnu Rusyd ini!
1. Al Ghazali Menyebut Filsuf Muslim Kafir
Dalam buku Tahafut al Falasifah, Al Ghazali menyatakan bahwa para filsuf muslim banyak mengungkapkan sebuah teori yang bertentangan dengan Alquran sehingga bisa disebut telah mengingkari Alquran. Oleh sebab itu, ia merasa bahwa filsuf-filsuf tersebut sudah bisa digolongkan sebagai orang kafir (menolak kebenaran).
Menurutnya, ada 20 pendapat filsuf muslim yang menyalahi pandangan keislaman. Dari 20 poin tersebut, 16 persoalan menyangkut bidang metafisika, sedangkan 4 persoalan lainnya menyangkut bidang fisika.
Di antara 20 persoalan tersebut, ada 17 poin yang digolongkan Al Ghazali sebagai bid’ah (mengada-adakan sesuatu yang tidak ada tuntunannya). Sedangkan tiga poin lainnya dikategorikan sebagai yang paling membahayakan kestabilan umat (bisa membuat orang menjadi kafir). Ketiga poin itu, yaitu alam qadim, Tuhan tidak mengetahui perincian segala sesuatu, dan penolakan terhadap kebangkitan jasmani.
Baca juga: Biografi Ratna Sari Dewi Soekarno, Istri Ke-5 Soekarno yang Cantik dan Cerdas
2. Sanggahan Ibnu Rusyd
Para filsuf muslim mengatakan bahwa alam bersifat kekal dalam arti tidak bermula (alam qadim). Jadi, Al Ghazali menyimpulkan bahwa apabila alam tidak bermula, maka alam tidaklah diciptakan sehingga itu artinya Tuhan bukanlah Sang Maha Pencipta.
Namun, Ibnu Rusyd justru memberikan pembelaannya terhadap pernyataan para filsuf muslim. Menurutnya, pendapat alam qadim itu bukan berarti mengecilkan Tuhan. Maksudnya alam qadim, yaitu Tuhan menciptakan segala sesuatu dari beberapa jenis zat yang memang sudah ada.
Untuk menguatkan pendapat tersebut, Ibnu Rusyd mengutip beberapa ayat Alquran. Salah satunya adalah surat Al Anbiya ayat 30 yang menyatakan bumi dan langit pada awalnya merupakan satu unsur, tapi kemudian dipecah menjadi dua benda yang berbeda.
Kedua, tentang Tuhan yang tidak mengetahui perincian segala sesuatu. Al Ghazali berpendapat, setiap yang berwujud diciptakan Tuhan atas kehendak-Nya. Jadi, tak mungkin jika Tuhan tak mengetahui segala sesuatu secara rinci.
Tuduhan Al Ghazali kemudian dipatahkan Ibnu Rusyd dengan mengatakan bahwa tidak pernah ada filsuf yang mengatakan Tuhan tidak mengetahui secara rinci. Yang dimaksud para filsuf, yaitu pengetahuan Tuhan tentang perincian yang terjadi di alam tidak sama dengan pengetahuan manusia.
Sebab, pengetahuan manusia tentang perincian didapat melalui panca indera dan berkembang sesuai penginderaan yang dicernanya. Sedangkan pengetahuan Tuhan tidak dibatasi oleh waktu yang telah lampau, sekarang dan akan datang.
Yang ketiga, yaitu tentang penolakan terhadap kebangkitan jasmani, Ibnu Rusyd mengatakan bahwa para filusuf tidak membantah adanya kebangkitan jasmani. Sebab, hampir semua agama samawi mengakui adanya kebangkitan jasmani.
Namun, jasmani manusia yang telah hancur tidak mungkin bisa dibentuk kembali. Dan jika ada kebangkitan jasmani, tentunya akan terwujud dalam bentuk lain, bukan dalam wujud manusia semasa hidup.
Tak hanya itu, ia juga mengkritik Al Ghazali yang menyatakan bahwa khusus bagi kaum sufi tidak ada kebangkitan jasmani karena mereka hanya mengenal kebangkitan rohani saja. Ibnu Rusyd berpendapat Al Ghazali sendiri tidak konsisten dalam menyikapi kebangkitan jasmani.
Karya-Karya yang Fenomenal
Selama hidupnya, Averroes telah menghasilkan kurang lebih 78 karya yang ditulis dalam bahasa Arab. Saat ini, beberapa karyanya tersimpan di perpustakaan Escurial, Madrid, Spanyol. Di antara semua karyanya, ada beberapa yang menjadi fenomenal. Ini dia penjelasannya dalam biografi Ibnu Rusyd berikut.
1. Tafsir Aristoteles
Semasa hidupnya, Ibnu Rusyd menafsirkan hampir semua karya-karya Aristoteles. Yang tidak ia tulis hanyalah Politika karena ia tak bisa menemukan buku tersebut. Meski demikian, ia mengganti bagian tersebut dengan menulis tafsir buku Republik milik Plato.
Nah, oleh pakar filsafat di zaman modern ini, karya-karya filsafat Ibnu Rusyd tersebut dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tafsir panjang, tafsir menengah, dan tafsir pendek. Tafsir pendek berisi ringkasan doktrin Aristoteles.
Tafsir menengah berisi parafrase atau uraian yang digunakan untuk menyederhanakan bahasa dalam buku Aristoteles. Sedangkan tafsir panjang memuat tentang banyak pemikiran asli Ibnu Rusyd.
2. Al Kulliyat Fit At Thib
Prinsip Umum Kedokteran atau Al Kulliyat Fit At Thib ditulis Ibnu Rusyd sebelum ia menjabat sebagai dokter istana. Buku yang terdiri dari tujuh jilid ini membahas tentang fisiologi, anatomi, patologi umum, obat-obatan, diagnosis, kebersihan, dan pengobatan umum.
Pada abad ke-12, Al Kulliyat Fit At Thib diterjemahkan dalam bahasa latin dengan judul Colliget. Selama berabad-abad, buku karya Ibnu Rusyd ini menjadi buku wajib bagi dokter-dokter di Eropa.
Baca juga: Biografi Sultan Ageng Tirtayasa, Pahlawan Nasional Asal Banten yang Dikudeta Putranya Sendiri
3. Tahafut At Tahafut
Tafahut At Tafahut memiliki arti kerancuan atas kerancuan. Disebut demikian karena kitab ini memang berisi sanggahan atas kritik para teolog, terutama Abu Hamid Al Ghazali terhadap pernyataan para filsuf muslim dalam kitab Tahafut Al Falasifah.
Namun, selain mengkritik beberapa pernyataan Al Ghazali, dalam buku ini Ibnu Rusyd juga mengkritik beberapa pernyataan Ibnu Sina, seorang filsuf muslim asal Persia yang filsafatnya bercorak neoplatonisme.
4. Bidayat Al Mujtahid
Sebagai seorang hakim, Ibnu Rusyd juga pernah menulis beberapa risalah tentang hukum Islam. Di antara karya-karya di bidang hukum Islamnya, salah satu risalah berjudul Bidayat al-Mujtahid adalah yang paling penting.
Karya yang ditulis pada tahun 1168 Masehi ini berisi rangkuman sejarah mazhab di dalam hukum Islam. Tak hanya itu, Bidayat al-Mujtahid juga menjelaskan bagaimana tiap mazhab mencapai kesimpulan.
Akhir Hayat
Tahun 1184, Khalifah Abu Yaqub meninggal dunia. Kemudian posisi khalifah digantikan oleh Abu Yusuf Yaqub Al Mansur. Pada awalnya, Ibnu Rusyd, sosok yang kita bahas dalam biografi ini, tetap memiliki hubungan baik dengan istana dan tetap menjabat sebagai dokter istana meski penguasanya sudah berganti.
Namun, pada tahun 1195, situasi politik mulai berubah. Ia pun dituduh mengajarkan aliran sesat sehingga harus menghadapi pengadilan di Kordoba. Dalam proses peradilan tersebut, ia diputuskan bersalah dan pengadilan memerintahkan agar tulisan-tulisannya dibakar. Ibnu Rusyd kemudian diasingkan ke Lucena, sebuah permukiman Yahudi yang ada di sekitar Kordoba.
Mengenai proses peradilan yang dihadapi olehnya, ada yang mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan karena Ibnu Rusyd menghina khalifah. Namun, para sejarawan modern justru menduga bahwa tuduhan yang menimpa Rusyd disebabkan oleh politik.
Dalam Encyclopaedia of Islam disebutkan, khalifah berusaha menjauhkan dirinya dari Rusyd untuk memperoleh simpati dari para ulama tradisional yang saat itu menentang ajaran Rusyd. Sebab, sang khalifah sedang membutuhkan dukungan para ulama untuk berperang melawan kerajaan Kristen.
Beberapa tahun setelah diasingkan, ia kembali didukung oleh khalifah dan diangkat lagi pegawai istana. Sayangnya, tak lama kemudian ia meninggal dunia pada hari Kamis, 11 Desember 1198 dan dikuburkan di Maroko. Namun, pada akhirnya makam Ibnu Rusyd dipindahkan ke Kordoba.
Pelajaran yang Bisa Diambil dari Biografi Ibnu Rusyd
Itu tadi adalah profil dan biografi Ibnu Rusyd yang telah kami rangkum secara lengkap, mulai dari latar belakang keluarga, pendidikan, perjalanan karier, hingga akhir hayatnya. Apakah Anda sudah merasa puas dengan sajian di atas?
Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dengan membaca biografi Ibnu Rusyd ini. Salah satunya, sekuat apa pun dan sehebat apa pun diri Anda, jangan sampai menjadi sombong karena sesungguhnya tidak ada yang abadi di dunia ini.
Nah, jika Anda ingin mendapatkan inspirasi dan motivasi dari biografi tokoh-tokoh selain Ibnu Rusyd, terus simak PosBagus.com. Selain tentang tokoh, ada juga informasi menarik lain, seperti tentang kuliner, wisata, cerita-cerita lucu, dan masih banyak lagi.