
Cokroaminoto adalah salah satu tokoh pergerakan nasional yang mendapat julukan Raja Jawa Tanpa Mahkota dari Belanda. Nah, kalau penasaran dengan sebab guru Soekarno ini dijuluki demikian, berikut kami sajikan biografi HOS Cokroaminoto khusus untuk Anda. Selamat membaca!
- Nama Asli
- Raden Oemar Said Tjokroaminoto
- Tempat, Tanggal Lahir
- Madiun, 16 Agustus 1882
- Meninggal
- Yogyakarta, 17 Desember 1934
- Warga Negara
- Indonesia
- Pasangan
- Raden Ajeng Soeharsikin
- Anak
- Siti Oetari, Oetaryo Anwar Cokroaminoto, Harsono Cokroaminoto, Siti Islamiyah, dan Ahmad Suyud
- Orangtua
- Raden Mas Tjokroamiseno (Ayah)
Di buku-buku Sejarah bab Pergerakan Nasional, pasti ada bahasan mengenai Sarekat Islam. Tak hanya membahas mengenai organisasinya, biasanya sang ketua yang bernama Cokroaminoto juga turut dibahas. Namun, karena keterbatasan tempat, profil HOS Cokroaminoto dalam buku Sejarah mungkin tak selengkap yang kami rangkum dalam biografi ini.
Mungkin Anda memang pernah membaca kisahnya semasa sekolah. Namun, tak ada salahnya juga jika Anda membaca biografi lengkap HOS Cokroaminoto di sini untuk semakin menambah pengetahuan Anda tentang sosok pahlawan-pahlawan nasional.
Apalagi, pria yang dijuluki bapaknya bapak bangsa Indonesia ini merupakan guru dari Soekarno, Semaoen, dan Kartosoewirjo. Ya, tiga orang yang berbeda pandangan itu merupakan murid Cokroaminoto.
Jadi, bagaimana? Jadi tambah penasaran, kan, dengan profil lengkap pahlawan yang lahir di Jawa Timur ini? Nah, jika demikian, tak perlu berlama-lama lagi, langsung saja baca biografi HOS Cokroaminoto berikut!
Kehidupan Pribadi
Sebelum membahas mengenai perjuangan HOS Cokroaminoto yang banyak difokuskan pada bidang politik, alangkah baiknya jika kita bahas dulu kehidupan pribadinya yang sudah terangkum di biografi ini!
1. Latar Belakang Keluarga
HOS Cokroaminoto memiliki nama lengkap Raden Oemar Said Tjokroaminoto (setelah naik haji menjadi Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto). Ia lahir di Bakur, Madiun, Jawa Timur pada tanggal 16 Agustus 1882.
Oemar Said merupakan anak kedua dari 12 bersaudara. Ayahnya bernama Raden Mas Tjokroamiseno. Sedangkan kakeknya yang bernama Raden Mas Adipati Tjokronegoro, pernah menjabat sebagai Adipati Ponorogo.
Raden Mas Adipati Tjokronegoro adalah putra pasangan Kyai Bagus Kasan Besari, pengasuh Pondok Pesantren Tegal Sari Ponorogo, dengan putri dari Sri Susuhunan Pakubuwono III.
2. Pendidikan
Saat kecil, ia dikenal sebagai anak yang suka berkelahi. Namun, ia cerdas dan berani membela kebenaran. Oleh sebab itu, ia disegani sekaligus dicintai oleh teman-teman sepermainannya.
Sebagai putra bangsawan, ia bisa mengenyam pendidikan di sekolah khusus anak-anak Belanda dan pejabat pribumi. Akan tetapi, karena sikapnya yang suka berkelahi, ia sering pindah-pindah sekolah.
Meski begitu, dengan kecerdasan yang dimilikinya, Oemar Said berhasil melalui proses pembelajaran di sekolah dengan baik. Akhirnya, setelah lima tahun menempuh pendidikan di Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) Magelang, ia berhasil lulus pada tahun 1902.
Sekadar informasi, OSVIA adalah sekolah administrasi pemerintahan yang menghasilkan para pegawai yang bekerja untuk pemerintah Hindia Belanda. Ya, bisa dibilang sekolah untuk calon pegawai negeri sipil.
Baca juga: Biografi Ibnu Sina, Bapak Kedokteran Modern yang Dituduh Atheis
3. Kehidupan Pernikahan
Setelah dewasa, Oemar Said menikah dengan Raden Ajeng Soeharsikin, putri dari Raden Mangunkusumo yang merupakan patih Kadipaten Ponorogo. Dari pernikahan dengan Soeharsikin, ia dikarunia lima orang anak.
Kelimanya bernama Siti Oetari, Oetaryo Anwar Cokroaminoto, Harsono Cokroaminoto, Siti Islamiyah, dan Ahmad Suyud. Siti Oetari, sang putri pertama, kemudian menjadi istri Ir Soekarno.
Pengalaman Kerja
Ia mendapat julukan de Ongekroonde van Java atau Raja Jawa Tanpa Mahkota dari Belanda. Mengapa bisa demikian, berikut ulasannya dalam biografi HOS Cokroaminoto ini.
Setelah lulus dari OSVIA, HOS Cokroaminoto bekerja menjadi juru tulis di Kepatihan Ngawi. Namun, ia menjalani pekerjaan tersebut hanya selama tiga tahun, tepatnya dari tahun 1902 hingga 1905. Sebab, ia merasa tak cocok dengan pekerjaan yang menuntutnya harus selalu merendah di hadapan para penjajah.
Selama dua tahun, ia berpindah-pindah dari kota satu ke kota lain dengan mengajak istri dan anaknya tercinta. Ia melakukannya karena terinspirasi dari kisah hijrah Nabi Muhammad.
Pada tahun 1907, Cokroaminoto pergi merantau ke Surabaya. Saat siang, ia bekerja di perusahaan swasta yang bernama Kooy & Co. Sedangkan ketika malam, ia mengikuti kursus permesinan di Burgerlijke Avond School (sekolah teknik sipil). Setelah merampungkan pendidikannya, ia pindah kerja ke Pabrik Gula Rogojambi, Surabaya. Tak main-main, ia mengisi posisi sebagai ahli kimia dan ahli mesin.
Selain bekerja di perusahaan-perusahaan di atas, ia juga merintis karier sebagai wartawan di surat kabar berbahasa melayu pertama di Indonesia, yaitu Bintang Soerabaja. Ia yang sejak awal sangat tak menyukai Belanda, menulis berbagai artikel yang berisi kritikan untuk pemerintah Hindia Belanda.
Karya-karyanya yang dimuat di Bintang Soerabaja pada saat itu menjadi sangat laris dan selalu dibaca oleh berbagai kalangan. Oleh pemerintah Hindia Belanda, ia kemudian dicap sebagai orang yang menyebarkan propaganda untuk melawan mereka.
Sementara pihak Belanda merasa terancam, kaum pergerakan pribumi justru dengan senang hati menyambut HOS Cokroaminoto. Bahkan, utusan Serikat Dagang Islam (organisasi pergerakan nasional yang sudah dilarang pemerintah Belanda) sampai menemuinya dan memintanya untuk bergabung dengan mereka. Karena pengaruhnya yang besar pada masyarakat, ia mendapat julukan Raja Jawa Tanpa Mahkota dari orang-orang Belanda.
Baca juga: Biografi Nyi Ageng Serang, Pahlawan Wanita dari Grobogan yang Merupakan Ahli Strategi Perang
Perjalanan Bersama Sarekat Islam
Pada tahun 1912, Cokroaminoto resmi bergabung dengan Sarekat Dagang Islam. Perjalanannya dengan organisasi inilah yang membuat namanya semakin dikenal masyarakat luas. Penasaran bagaimana sejarahnya? Simak terus biografi HOS Cokroaminoto ini!
1. Bergabung dengan Sarekat Dagang Islam
Sarekat Dagang Islam (SDI) adalah organisasi yang didirikan di Surakarta oleh Haji Samanhudi. Sebagai seorang juragan batik muslim, Haji Samanhudi menaruh perhatian pada nasib umat Islam. Ia juga rajin mengkritik keputusan yang dijalankan pemerintah Hindia Belanda yang dianggap hanya menguntungkan kelompok bisnis Cina dan Eropa.
Organisasi ini kemudian membuka cabang di beberapa kota, termasuk di Surabaya. Nah, HOS Cokroaminoto kemudian direkrut sebagai anggota Sarekat Dagang Islam baru di cabang Surabaya. Tak berapa lama setelah bergabung, ia diangkat menjadi ketua cabang SDI Surabaya.
Meski hanya sebagai ketua cabang, ia melakukan berbagai upaya untuk membesarkan SDI. Langkah-langkah yang dilakukannya, yaitu meliputi penataan sistem rekrutmen, perluasan tujuan organisasi, dan ideologi.
Dengan gebrakan-gebrakan yang dilakukannya, jumlah keanggotaan Sarekat Dagang Islam meningkat dengan pesat. Pada bulan Juni 1912, anggota SDI tercatat sejumlah 2.000 orang. Sedangkan dua bulan berikutnya, tepatnya pada Agustus 1912, anggotanya bertambah menjadi 35.000 orang. Anggotanya pun tak hanya meliputi pedagang seperti judul organisasi, melainkan juga berasal dari kalangan petani, nelayan, dan buruh.
Baca juga: Biografi Raden Patah, Putra Raja Majapahit yang Menjadi Pendiri Kesultanan Demak
2. Berubah Menjadi Sarekat Islam
Dalam perkembangannya, Sarekat Dagang Islam menampung anggota dari berbagai kalangan (tak terbatas pada pedagang). Oleh sebab itu, HOS Cokroaminoto, selaku ketua cabang Surabaya, mengusulkan pada Haji Samanhudi yang merupakan ketua SDI pusat untuk mengubah nama organisasi menjadi Sarekat Islam. Haji Samanhudi pun setuju sehingga pada tahun 1912, Sarekat Dagang Islam berubah nama menjadi Sarekat Islam.
Pada 25 Januari 1913, Sarekat Islam melaksanakan pertemuan akbar di sebuah lapangan terbuka di Surabaya. Pertemuan ini dihadiri oleh 13 perwakilan cabang Sarekat Islam dari berbagai daerah. Mereka masing-masing mewakili anggota-anggota SI yang berjumlah 80 ribu orang. Sebagian besar anggota yang hadir berasal dari Surakarta, sedangkan sisanya berasal dari berbagai kota, seperti Jombang, Madiun, Semarang, Jakarta, dan masih banyak lagi.
Nah, pada pertemuan akbar yang pertama ini, HOS Cokroaminoto dilantik sebagai wakil ketua Centraal Sarekat Islam/CSI (Sarekat Islam Pusat), mendampingi Haji Samanhudi yang menjabat sebagai ketua CSI.
Dalam pidatonya, Cokroaminoto menyatakan bahwa Sarekat Islam bukanlah organisasi politik. Ia mengklaim bahwa SI bertujuan meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi, dan mengembangkan kehidupan religius dalam masyarakat Indonesia.
3. Menjadi Ketua Sarekat Islam Pusat
Sekitar satu tahun setelah menggelar pertemuan akbar atau kongres pertama di Surabaya, tepatnya pada tanggal 19–20 April 1914 diselenggarakanlah kongres kedua di Yogyakarta.
Kongres yang kedua ini dihadiri oleh 142 delegasi dari 81 cabang yang mewakili 440 ribu anggota. Ya, anggotanya meningkat lebih dari lima kali lipat semenjak kongres pertama di Surabaya.
Nah, dalam pertemuan akbar yang kedua ini, Haji Oemar Said Cokroaminoto terpilih sebagai ketua Centraal Sarekat Islam. Ia menggeser posisi Haji Samanhudi yang sebelumnya menjadi ketua.
Setelah terlaksananya kongres kedua, kongres ketiga diadakan di Bandung pada tanggal 17–24 Juni 1916. Dalam kongres ketiga, HOS Cokroaminoto menyatakan bahwa SI bercita-cita menyatukan seluruh penduduk Indonesia sebagai suatu bangsa yang berdaulat.
Satu tahun kemudian, yaitu pada tahun 1917, diadakanlah kongres keempat SI di Jakarta. Hasilnya, SI ingin memperoleh pemerintahan sendiri. Organisasi ini juga mendesak pemerintah agar membentuk Dewan Perwakilan Rakyat (Volksraad). Sebagai wakilnya dalam Volksraad, SI mencalonkan HOS Tjokroaminoto dan Abdul Muis.
Baca juga: Biografi Abdul Haris Nasution, Jenderal Angkatan Darat yang ‘Disingkirkan’ Soeharto
4. Sarekat Islam Disusupi Komunis
Sesuai namanya, pada awalnya Sarekat Islam membawa visi dan misi untuk menyejahterakan umat. Namun, pada perjalanannya, muncullah ideologi komunis yang pada akhirnya membuat SI terpecah. Jika ingin tahu kisah selengkapnya, tetap simak biografi HOS Cokroaminoto ini!
Sebagai organisasi yang awalnya bersifat non politis, Sarekat Islam mengizinkan keanggotaan multipartai. Maksudnya, tiap-tiap anggota diizinkan untuk mengikuti organisasi lain. Selain itu, tiap pemimpin cabang memiliki kuasa untuk mengendalikan cabangnya sendiri sehingga kekuasaan Centraal Sarekat Islam cenderung lemah.
Dua sebab tersebut membuat Semaoen yang merupakan ketua SI cabang Semarang bisa leluasa mengendalikan Indische Sociaal-Democratische Vereeniging/ISDV (cikal bakal PKI) di samping kesibukannya mengelola SI Semarang. Ya, ia mendapat pengaruh komunis setelah bertemu dan bertukar pikiran dengan H.J.F.M Sneevliet, tokoh komunis asal Belanda.
Setelah mendapat pengaruh komunis, Semaoen juga berupaya menyebarkan paham tersebut pada anggota SI yang lain. Usahanya untuk memengaruhi anggota SI lain tak mendapat kendala berarti karena ternyata banyak juga yang merasa cocok dengan ideologi tersebut.
Mudahnya pengaruh komunis masuk bukannya tanpa sebab. Kondisi rakyat Indonesia saat itu memang memprihatinkan karena telah dijajah bangsa lain selama ratusan tahun. Jadi, ideologi komunis yang menawarkan kesejahteraan sosial merata bagi seluruh masyarakat dianggap sebagai angin segar.
Dengan banyaknya kader yang mulai terjangkit ideologi komunis, Sarekat Islam kemudian terpecah menjadi dua, yaitu SI Putih dan SI Merah. SI Putih yang masih bertahan pada visi dan misi awal yang menjunjung tinggi ke-Islam-an. Sedangkan SI Merah yang sudah tersusupi paham komunis.
5. HOS Cokroaminoto Jadi Penengah
SI Putih (berhaluan kanan) yang anggotanya terdiri dari Haji Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, dan lain-lain, memusatkan diri di Yogyakarta. SI Merah (berhaluan kiri) yang anggotanya terdiri dari Semaoen, Darsono, Tan Malaka, Alimin Prawirodirdjo, dan lain-lain, memusatkan diri di Semarang. Sedangkan selaku ketua SI pusat, HOS Cokroaminoto pada awalnya bertindak sebagai penengah.
Namun, jurang yang memisahkan SI Merah dan SI Putih menjadi semakin lebar saat Partai Komunis Internasional menentang cita-cita Pan-Islamisme (kebangkitan Islam). Kemudian pada kongres SI yang dilaksanakan pada bulan Maret 1921 di Yogyakarta, Haji Fachruddin, selaku anggota SI yang merangkap wakil ketua Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila masih bekerja sama dengan komunis.
Tak hanya itu, dalam kongres tersebut Haji Agus Salim juga mengecam SI Semarang yang berhaluan komunis. Darsono, anggota SI Merah kemudian membalas pernyataan Agus Salim dengan mengecam kebijaksanaan keuangan Cokroaminoto (menuding Cokroaminoto korupsi). Secara resmi SI Merah juga menyatakan bahwa mereka menentang pencampuran agama dan politik dalam SI. Oleh sebab itu, kemudian Cokroaminoto lebih condong ke SI Putih.
6. Berubah Menjadi Partai Sarekat Islam
Perseteruan anggota Sarekat Islam yang ideologinya berlawanan menjadi semakin sengit sehingga akhirnya SI terpecah menjadi dua. Berikut rangkuman informasinya dalam biografi HOS Cokroaminoto.
Pada kongres SI keenam, diputuskan bahwa keanggotan multipartai dihapuskan. Jadi, para anggota yang mengikuti organisasi lain harus memilih antara SI atau lainnya. Khawatir bahwa pengaruh PKI menjadi semakin terbatas, Tan Malaka (anggota SI yang juga terkena pengaruh komunis) meminta pada Cokroaminoto untuk memberikan pengecualian pada PKI.
Namun, upaya Tan Malaka gagal karena mayoritas anggota SI setuju dengan kebijakan penghapusan keanggotaan multipartai. Ya, pada saat itu, tak hanya PKI yang dikeluarkan, orang-orang yang lebih memilih bertahan pada organisasi Muhammadiyah dan Persis pun turut terkena imbasnya sehingga dikeluarkan dari SI.
Dalam rangka membuat SI semakin menguat, dilaksanakanlah pertemuan akbar di Madiun pada Februari 1923. Dalam pertemuan tersebut, HOS Cokroaminoto menekankan untuk memperkuat disiplin partai dan meningkatkan pendidikan kader SI. Tak hanya itu, ia juga mengubah nama Sarekat Islam menjadi Partai Sarekat Islam.
Mengetahui bahwa SI putih telah berganti nama, pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI menggerakkan SI Merah untuk menandingi SI Putih sehingga SI Merah diganti namanya menjadi Sarekat Rakyat.
7. Berubah Menjadi PSII dan Terpilih Lagi Menjadi Ketua
Pada kongres Partai Sarekat Islam yang terlaksana pada tahun Januari 1929, dinyatakan bahwa tujuan perjuangan PSI adalah untuk mencapai kemerdekaan nasional. Oleh sebab itu, PSI menambahkan nama Indonesia di belakang nama resmi partai sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia.
Lagi-lagi, dalam kongres tersebut HOS Cokroaminoto terpilih sebagai ketua untuk kesekian kalinya. Kemudian tak lama setelah itu, PSII memutuskan untuk menggabungkan diri dengan Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Mendapat Pemasukan dari Anak-Anak Kost
Setelah menjadi ketua Centraal Sarekat Islam, secara otomatis Cokroaminoto tak punya waktu lagi untuk bekerja karena kesibukannya mengelola organisasi. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ia mengandalkan biaya sewa dari anak-anak muda yang kost di rumahnya. Baca terus biografi HOS Cokroaminoto ini untuk tahu kisah selengkapnya!
Cokroaminoto tinggal di rumah nomor 29–31 yang terletak di Gang Paneleh VII, di tepi Sungai Kalimas, Surabaya. Ia mulai sama sekali tak memiliki waktu untuk bekerja ketika Sarekat Islam anggotanya mulai membludak hingga mencapai 2,5 juta orang.
Cokroaminoto yang saat itu berusia 33 tahun kemudian mendapatkan penghasilan dari 10 anak kost yang menghuni rumahnya. Masing-masing orang membayar biaya 11 rupiah perbulannya. Sang istri, Soeharsikin, dengan cermat mengatur keuangan rumah tangganya.
Meski mengandalkan pemasukan dari anak-anak kost, rupanya Cokroaminoto tak sekadar menjadi bapak kost yang tinggal terima uang. Ia juga menjadi guru bagi anak-anak kost yang tinggal di rumahnya.
Bukan orang sembarangan, orang yang kost di rumahnya kemudian menjadi orang-orang penting. Beberapa di antara mereka, yaitu Soekarno, Kartosoewirjo, Semaoen, Alimin, Musso, dan Tan Malaka.
Tak hanya anak kost, tokoh-tokoh Muhammadiyah, seperti Kyai Haji Ahmad Dahlan dan Kyai Haji Mas Masyur juga sering menyambangi rumah Cokroaminoto untuk bertukar pikiran.
Namun, di kemudian hari, murid-murid sekaligus anak kost Cokroaminoto malah menjadi sosok yang berbeda pandangan. Setelah menjadi presiden, Soekarno menyetujui penumpasan gerakan PKI Madiun yang menyebabkan Musso terbunuh. Ketika Kartosoewirjo yang memimpin pemberontakan DI/TII tertangkap, Soekarno juga yang menandatangani putusan hukuman mati untuk Kartosoewirjo.
Mungkin Anda akan berpikir bahwa itu adalah akhir yang tragis dari murid-murid Cokroaminoto. Namun, justru hal tersebut membuktikan bahwa HOS Cokroaminoto merupakan seorang pendidik yang sukses. Ya, guru yang baik adalah yang mampu mengarahkan murid, bukannya memaksakan pandangannya pada murid-muridnya, kan?
Baca juga: Biografi Sultan Ageng Tirtayasa, Pahlawan Nasional Asal Banten yang Dikudeta Putranya Sendiri
Akhir Hayat Bapaknya Bapak Bangsa Indonesia
Tibalah di akhir kisah perjalanan hidup HOS Cokroaminoto dalam biografi ini. Ia jatuh sakit setelah menghadiri kongres PSII yang dilaksanakan di Banjarmasin hingga akhirnya meninggal di Yogyakarta pada 17 Desember 1934 dalam usia 52 tahun. Ia kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Pekuncen, Yogyakarta.
Untuk mengenang dan menghargai jasa-jasanya, Presiden Soekarno atas nama pemerintah Republik Indonesia kemudian menetapkan HOS Cokroaminoto sebagai pahlawan nasional pada tahun 1961.
Pelajaran yang bisa Diambil dari Biografi HOS Cokroaminoto
Itu tadi adalah profil dan biografi HOS Cokroaminoto yang telah kami rangkum secara lengkap, mulai dari kehidupan pribadi, sepak terjang dalam Sarekat Islam, hingga akhir hayatnya. Apakah Anda sudah merasa puas dengan sajian di atas?
Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dengan membaca biografi HOS Cokroaminoto ini. Salah satunya, Anda tak perlu takut untuk menyatakan pendapat atau mengambil sikap selama itu benar dan memberi manfaat untuk diri sendiri maupun orang lain.
Nah, jika Anda ingin mendapatkan inspirasi dan motivasi dari biografi tokoh-tokoh selain HOS Cokroaminoto, terus simak PosBagus.com. Selain tentang tokoh, banyak juga informasi menarik lain, seperti tentang kuliner, wisata, dan kutipan-kutipan keren.