
Ernest Douwes Dekker atau dikenal juga dengan nama Danudirja Setiabudi adalah wartawan, penulis, pengajar, dan aktivis politik keturunan campuran Eropa-Indonesia yang turut memperjuangkan kemerdekaan tanah air. Seperti apa lika-liku perjuangannya? Informasi selengkapnya bisa Anda simak di artikel yang mengulik biografi Ernest Douwes Dekker ini.
- Nama Asli
- Ernest François Eugène Douwes Dekker
- Nama Terkenal
- Ernest Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi
- Tempat, Tanggal Lahir
- Pasuruan, 8 Oktober 1879
- Meninggal Dunia
- Bandung, 28 Agustus 1950
- Warga Negara
- Indonesia
- Pasangan
- Clara Charlotte Deije, Johanna Petronella Mossel, Nelly Alberta Geertzema nee Kruymel
- Anak
- Eduard Clarence Edwin, Sigmund Ragna Sigurd, Louisa Erna Adeline, Hedwig Olga Hildegard, Sieglinde Ragna Sigrid, Usep Rana Wijaya
- Orang Tua
- Auguste Henri Eduard Douwes Dekker (Ayah), Louisa Margaretha Neumann (Ibu)
Kebanyakan orang mungkin mengenal Ernest Douwes Dekker sebagai salah satu pahlawan Indonesia yang biografi singkatnya sering muncul di buku pelajaran sekolah. Dulu, ia dikenal sebagai orang Indo alias kelompok orang-orang berdarah campuran Indonesia-Eropa.
Pada zaman Indonesia masih disebut dengan nama Hindia Belanda, golongan orang Indo dianggap lebih rendah dari dibanding orang Belanda atau Eropa tulen. Ayah Ernest asli Belanda tulen, sementara ibunya berdarah Jerman-Jawa yang lahir di Pekalongan.
Meskipun tak murni Indonesia, ia mendapat julukan “Kawan Orang Jawa Nomor Satu” karena kemuliaan hati dan kesetiaannya pada tanah air. Selama hidupnya, ia dikenal sebagai sosok penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Hatinya turut meronta ketika melihat buruh petani nasibnya terlunta-lunta karena ulah kolonial Belanda.
Ia selalu berusaha memperjuangkan harga diri rakyat Indonesia yang saat itu diinjak-injak oleh penjajah. Berkali-kali dibuang ke negara lain, tetap saja, ia kembali ke Republik Indonesia. Dirinya bisa saja menetap dan menjadi warga negara lain, tapi jiwa nasionalisnya sangatlah kuat.
Mungkin ia tak terjun langsung ke medan perang saat terjadi pertempuran dengan para penjajah. Akan tetapi, ia berusaha memperjuangkan keadilan rakyat Indonesia melalui kecerdasannya. Salah satu bentuk perjuangannya adalah merintis partai politik pertama Indonesia yang dibentuk dengan tujuan memperjuangkan kemerdekaan tanah air.
Bagaimanakah kelanjutan kisah perjuangan Ernest dalam merebut kemerdekaan Indonesia? Kalau Anda ingin tahu lebih jauh, langsung saja simak artikel biografi Ernest Douwes Dekker berikut ini!
Kehidupan Pribadi
Sebelum membaca lebih jauh soal biografi Ernest Douwes Dekker, hal pertama yang perlu Anda ketahui adalah latar belakang keluarga dan pendidikannya. Semua informasi tersebut telah kami rangkum dalam ulasan berikut ini.
1. Latar Belakang Keluarga
Pada tanggal 08 Oktober 1879, Douwes Dekker dilahirkan oleh seorang ibu keturunan Jerman-Jawa bernama Louisa Margaretha Neuman di Pasuruan, Jawa Timur. Sementara ayahnya, Auguste Henri Eduard Douwes Dekker, adalah pria keturunan Belanda yang bekerja sebagai seorang pegawai bank Nederlands Indisch Escomptobank.
Ernest Douwes Deker atau akrab disapa Ernest merupakan anak ketiga dari empat bersaudara, yakni Adeline, Julius, dan Guido. Kehidupan keluarga Douwess Dekker nomaden. Mereka pernah tinggal di Surabaya, Pasuruan, Jatinegara, dan Pegangsaan.
Kalau Anda suka membaca sejarah zaman Hindia Belanda, nama Douwess Dekker mungkin tak terdengar asing lagi. Pasalnya, ia adalah cucu keponakan dari sosok sastrawan asal Belanda yang dulu cukup terkenal di Indonesia, yaitu Eduard Douwes Dekker.
Bukanlah karya biasa yang ia tulis, melainkan novel berisi perlakuan buruk para penjajah terhadap orang-orang pribumi di Indonesia, salah satunya berjudul Max Havelaar (1860). Bagaimana bisa seorang asal Belanda mengkritik negaranya sendiri? Ya, tak semua orang Belanda berpihak kepada negaranya. Eduard justru senang hidup di kota terpencil di Sumatra Barat.
2. Pendidikan
Berasal dari keluarga berada dan keturunan Belanda, pendidikan tentunya bukan menjadi hal sulit untuk ditempuh. Ernest menyelesaikan pendidikan dasarnya di salah satu sekolah di Pasuruan.
Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke Hoogere Burgerschool (HBS) atau setara dengan pendidikan menengah umum di Surabaya. Belum menyelesaikan pendidikannya di HBS, dirinya pindah ke Jakarta dan bersekolah di Koning Willem III School te Batavia (KW III School) yang juga setara dengan pendidikan menengah umum.
Baca juga: Biografi HOS Cokroaminoto, Pemimpin Sarekat Islam yang Dijuluki Raja Jawa Tanpa Mahkota
3. Pernikahan
Pada tahun 1903, tepat di usianya yang ke-24 tahun, Ernest menikahi seorang wanita keturunan Jerman-Belanda bernama Clara Charlotte Deije. Mereka lalu dikaruniai dua orang anak laki-laki dan tiga anak perempuan. Sayangnya, kedua putranya meninggal saat bayi.
Eduard Clarence Edwin, salah satu putranya, meninggal saat berusia satu setengah tahun karena terjangkit malaria tropika. Sementara Sigmund Ragna Sigurd meninggal ketika masih berumur 3 minggu lantaran terkena radang usus kecil. Ketiga putrinya bernama Louisa Erna Adeline, Hedwig Olga Hildegard, dan Sieglinde Ragna Sigrid.
Setelah 16 tahun menikah, hubungan mereka kandas di tahun 1919. Delapan tahun sendiri, Ernest menikah lagi dengan wanita muda keturunan Yahudi bernama Johanna Petronella Mossel pada tahun 1927.
Di pernikahan keduanya ini, ia tak dikaruniai anak. Kemudian, mereka mengadopsi seorang anak laki-laki yang diberi nama Usep Rana Wijaya. Pada tahun 1941, Ernest diasingkan ke Suriname. Tanpa sepengetahuannya, Johanna menikah dengan Djafar Kartodiredjo.
Lima tahun kemudian, Ernest sempat menetap sementara di Belanda. Di sana ia bertemu dan dekat dengan perawat janda beranak satu yang berasal dari Indonesia bernama Nelly Alberta Geertzema nee Kruymel. Saat kembali ke Indonesia pada tahun 1947, mereka resmi menikah.
Bekerja di Perkebunan
Setelah lulus sekolah, pria kelahiran 1887 ini sempat bekerja di perkebunan. Bagaimana ia bisa terjun ke bidang itu? Jika Anda ingin tahu kisah selengkapnya, simak terus biografi Ernest Douwes Dekker ini.
Pada tahun 1898, Ernest bekerja di perkebunan kopi bernama Somber Doeren di Malang karena adanya keterbatasan ekonomi di keluarganya. Dari pekerjaan tersebut, ia belajar tentang pengelolaan sumber daya manusia dan manajemen perkebunan.
Saat itu, ia melihat dengan jelas tindakan keji penjajah Belanda kepada para pribumi Indonesia. Mereka berbuat sesuka hati kepada buruh perkebunan, tapi memberi gaji yang tak seberapa.
Mengetahui kekejaman tersebut, Ernest tak ingin berdiam saja. Ia mengubah sistem kerja para buruh agar lebih manusiawi. Sayangnya, perubahan sistem ini tak diterima dengan baik oleh pihak Belanda.
Akibatnya, ia pindah kerja ke Pabrik Gula Pajarakan di Probolinggo karena sering berselisih paham dengan atasannya. Sama halnya di Perkebunan Somber Doeren, pabrik gula tersebut juga memperlakukan pribumi Indonesia dengan semena-mena.
Karena memiliki jiwa sosial yang tinggi, ia memperlakukan para buruh dengan bijak dan manusiawi. Kebaikan dan kedekatannya dengan pribumi Indonesia membuatnya dibenci oleh orang-orang Belanda. Pada akhirnya, ia diberhentikan dari pabrik gula tersebut.
Baca juga: Biografi Wikana, Tokoh PKI yang Berperan Penting dalam Kemerdekaan Indonesia
Hijrah dan Menjadi Warga Afrika Selatan
(Sumber: Wikimedia Commons)
Setelah dipecat dari pekerjaannya di pabrik gula, kira-kira apa yang dilakukan pria ini? Kalau penasaran, jangan ragu untuk membaca ulasan artikel biografi Ernest Douwes Dekker ini.
Pada tahun 1899, ia mendapat tawaran dari pemerintah kolonial Belanda untuk mengikuti Perang Boer Kedua melawan Inggris di Afrika Selatan. Dirinya pun sempat menjadi warga negara tersebut.
Perang yang berlangsung sejak Oktober 1899 hingga Mei 1902 ini dimenangkan oleh Inggris. Ernest kemudian ditangkap oleh komplotan Inggris dan dipenjara di suatu kamp di Ceylon.
Selama masa tahanan, dirinya bertemu dengan sastrawan India. Pertemuan itu membuatnya belajar banyak hal mengenai dunia kepenulisan, sehingga ia tertarik untuk menulis laporan soal Perang Boer yang baru saja dijalaninya.
Kembali ke Indonesia
Setelah membahas sekilas tentang perjuangannya saat terlibat dalam Perang Boer Kedua, artikel biografi Ernest Douwes Dekker ini akan mengulik tentang kariernya saat kembali ke Indonesia. Kisah selengkapnya bisa Anda simak di sini.
1. Menekuni Bidang Jurnalistik
Pada tahun 1902, dirinya dibebaskan dari tahanan dan kembali ke Indonesia. Ia lalu bekerja sebagai agen pengiriman milik negara, yaitu KPM. Karena ingin mendalami ilmu jurnalistik, dirinya kemudian bekerja sebagai seorang wartawan di koran De Locomotief yang berkantor di Semarang.
Ia banyak mengangkat kasus-kasus kelaparan yang terjadi di Indramayu. Tak hanya itu saja, ia juga sering menulis kritikan mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial.
Setelah bekerja di De Locomotief, ia bekerja menjadi staf redaksi di sebuah majalah bernama Bataviaasch Nieuwsblad di tahun 1907. Di redaksi ini, tulisan-tulisannya semakin berani membahas pembelaan kaum pribumi dan mengkritik kolonial Belanda.
Salah satu tulisannya yang terkenal adalah Hoe kan Hollan he Spoedigst Zijn Kolonie Veriliezen? yang berarti bagaimana caranya Belanda kehilangan koloni-koloninya?. Karyanya tersebut juga disadur ke bahasa Jerman dengan judul Hollands Kolonialer Untergang.
Apakah Belanda diam saja saat mengetahui pemerintahannya dikritik habis-habisan oleh Ernest? Tentu saja tidak. Tindakan tersebut membuatnya menjadi target dari badan intelijen pemerintah kolonial Belanda.
Baca juga: Biografi Sultan Hasanuddin, Raja yang Membawa Kerajaan Gowa Menuju Masa Keemasan
2. Terlibat dalam Organisasi Budi Utomo
(Sumber: Wikimedia Commons)
Di sela-sela kesibukannya sebagai staf redaksi di Bataviaasch Nieuwsblad, Ernest kerap menyempatkan waktu untuk bertemu kawan-kawan baiknya yang merupakan pelajar STOVIA alias Sekolah Pendidikan Dokter Hindia sekaligus perintis gerakan kebangkitan nasional Indonesia.>
Mereka adalah Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Soewarno, Dokter Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soerjaningrat. Para pelajar ini kerap berkumpul di rumah Ernest yang tak jauh dari STOVIA.
Perkumpulan mereka bukan tanpa tujuan, melainkan berdiskusi soal Budi Utomo, yaitu sebuah organisasi sosial, ekonomi, dan kebudayaan yang tidak bersifat politik. Bisa dibilang, Ernest merupakan salah satu penguat Budi Utomo. Ia bahkan turut menghadiri kongres pertama Budi Utomo yang diselenggarakan di Yogyakarta.
Keterlibatan di Dunia Politik
Masih semangat menyimak biografi Ernest Douwes Dekker, kan? Bagaimana keterlibatannya di dunia politik? Jika penasaran, Anda bisa simak langsung ulasannya berikut ini!
1. Mendirikan Indische Partij
Dalam sistem pemerintahan, kolonial Belanda mendiskriminasi kaum pribumi. Dengan alasan background pendidikan, kursi-kursi penting di pemerintahan justru diduduki oleh orang-orang Belanda. Sementara kaum pribumi hanya dijadikan sebagai pegawai rendahan.
Tak terima dengan hal tersebut, Ernest kemudian memberikan gagasan mengenai pemerintahan yang harus dijalankan oleh penduduk pribumi Indonesia. Ia menyampaikan idenya kepada partai Indische Bond dan Insulinde yang beberapa anggotanya berasal dari kaum pribumi.
Sayangnya, gagasan tersebut hanya disambut baik oleh segelintir orang saja. Tak puas dengan tanggapan partai Indische Bond dan Insulinde, Ernest bersama dengan Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) mendirikan partai nasionalis bernama Indische Partij pada 25 Desember 1912.
Sebanyak sekitar 5000 orang berhasil bergabung setelah mereka melakukan kampanye-kampanye ke beberapa kota. Partai ini kemudian sangat terkenal di kalangan orang Indonesia dan diterima baik oleh kelompok Tionghoa dan pribumi.
2. Diasingkan ke Eropa
Indische Partij dianggap menyebarkan kebencian terhadap pemerintahan kolonial Belanda. Partai ini kemudian dibubarkan pada tahun 1913. Ketiga pendiri yang dijuluki Tiga Serangkai pun ditangkap.
Mereka “dibuang” atau diasingkan ke Eropa. Selama di Eropa, ia tinggal bersama keluarganya dan memanfaatkannya untuk mengambil program doktor jurusan Ekonomi di Universitas Zurich di Swiss.
Pada tahun 1918, ia sempat ditahan selama dua tahun di Singapura lantaran terlibat perseturuan dengan kaum revolusi Indonesia. Sebelum dipenjarakan di Singapura, dirinya sempat diadili di Hongkong.
Kembali ke Dunia Jurnalistik
Sumber: Instagram – just.say.grace
Setelah diasingkan di Eropa lalu ditahan di Singapura, apakah Ernest tetap kembali ke Indonesia? Jawabannya sudah pasti “iya”. Informasi selengkapnya bisa Anda baca di biografi Ernest Douwes Dekker ini.
Sekembalinya ke Jakarta setelah ditahan di Singapura, dirinya menjadi redaktur di De Beweging. Tak pernah menyerah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, ia menulis artikel-artikel yang menyindir para pribumi yang pro-koloni.
Ia berharap tulisan-tulisannya itu bisa menyadarkan para orang Indo untuk tidak berpihak pada Belanda. Tak hanya itu saja, ia juga secara terang-terangan mengkritik organisasi Indisch Europeesch Verbond (IEV). Dirinya beranggapan bahwa IEV terlalu konyol dan kekanak-kanakan.
Selain menegur orang-orang Indo yang pro-koloni melalui tulisan-tulisannya, ia juga berkeinginan untuk merintis partai baru yang dianggap sebagai pengganti Indische Partij. Akan tetapi, keinginannya tersebut tak mendapat izin dari pemerintah kolonial Belanda.
Pada tahun 1919, terjadi kerusuhan yang dilakukan oleh petani perkebunan di tembakau Polaharjo, Klaten. Ia dituduh sebagai biang dari kerusuhan tersebut. Di tahun 1920, ia terbukti tidak bersalah setelah melalui proses pengadilan di Semarang.
Lepas satu masalah, datanglah masalah lain. Ernest kembali mendapat tuduhan menghasut redaktur untuk menulis komentar tajam kepada pemerintah kolonial Belanda. Komentar tersebut adalah, “Membebaskan negeri ini adalah keharusan! Turunkan penguasa asing!”.
Setelah melalui proses pengadilan yang panjang, Ernest kemudian dinyatakan tidak bersalah. Dikarenakan sering menerima tuduhan-tuduhan terkait aktivitasnya di bidang jurnalistik, dirinya memutuskan untuk meninggalkan dunia jurnalistik.
Baca juga: Biografi Moh Yamin, Tokoh Penting di Balik Lahirnya Sumpah Pemuda dan Pancasila
Terjun ke Dunia Pendidikan
Usai meninggalkan dunia jurnalistik, cucu keponakan dari Eduard Douwes Dekker ini terjun ke dunia pendidikan. Seperti apa kisah selengkapnya? Simak dalam artikel yang membahas biografi Ernest Douwes Dekker ini.
1. Merintis Ksatrian Institut
(Sumber: andik33)
Atas masukan dari Ki Hajar Dewantara yang saat itu telah mendirikan Perguruan Taman Siswa, Ernest mendirikan sekolah bernama Ksatrian Institut di Bandung. Sekolah ini mengajarkan tentang sejarah Indonesia dan juga sejarah dunia berdasarkan dari buku-buku karya Ernest.
Dalam pengelolaannya, ia dibantu banyak oleh Johanna Petronella Mossel yang bekerja sebagai guru. Akan tetapi, pelajaran yang ada di Ksatrian Institut dituduh sebagai anti kolonial yang pro terhadap Jepang.
Buku-buku karya Ernest disita dan dibakar oleh pemerintah Karesidenan Bandung pada tahun 1933. Tak hanya itu saja, ia juga dilarang untuk mengajar. Kemudian, ia bekerja di kantor Kamar Dagang Jepang di Jakarta.
2. Diasingkan ke Suriname
Pada tahun 1940, Ernest ditangkap karena dituduh sebagai komunis. Setahun kemudian, ia dibuang ke Suriname yang menyebabkannya berpisah dengan sang istri, Johanna Petronella Mossel.
Selama di Suriname, ia tinggal di kamp bernama Jondesavanne yang sempat menjadi kamp para kaum Yahudi pada abad ke-17 hingga ke-19. Kondisi Ernest di kamp tersebut sangat memprihatinkan.
Di usianya yang ke-60 tahun, ia sempat kehilangan kemampuan penglihatannya. Ernest juga sempat mengalami depresi berat lantaran terpisah dari keluarganya. Meskipun bisa mengirim surat, tapi ia tak pernah mendapatkan balasan.
Ketika perang berakhir, pada tahun 1946, ia dibebaskan dan dipindahkan ke Belanda. Di Negara Tulip ini, ia bertemu dengan seorang perawat bernama Nekky Albertina Gertzema Nee Kruymel yang sekaligus menemaninya pulang ke Indonesia.
3. Berganti Nama
Tepat pada tanggal 02 Januari 1947, Ernest Douwes Dekker tiba di Yogyakarta dan sempat mengganti nama menjadi Danudirja Setiabudi. Nama lain Ernest Douwes Dekker ini merupakan ide dari Presiden Soekarno. Nekky Albertina Gertzema Nee Kruymel juga mengubah namanya menjadi Haroemi Wanasita yang kemudian menjadi istri Ernest.
Alasannya pergantian nama tak lain dan tak bukan adalah untuk menghindari intelijen kolonial. Masih di Yogyakarta, Ernest tak hanya mengganti nama tapi juga agama. Ia mengucapkan syahadat sebagai tanda bahwa ia telah memeluk agama Islam.
Baca juga: Biografi Pangeran Antasari, Pahlawan yang Berusaha Mengusir Belanda dari Banjar
Terlibat dalam Perjuangan Masa Revolusi Kemerdekaan
Sekembalinya dari Belanda, meskipun usianya semakin senja, ia masih aktif menjadi aktivis. Dalam artikel biografi Ernest Douwes Dekker ini telah kami rangkum informasi selengkapnya.
Tak lama dari kepulangannya ke Indonesia, ia menjabat sebagai menteri negara dalam Kabinet Sjahrir III selama kurang lebih 9 bulan. Selanjutnya, ia menjadi anggota komite bidang keuangan dan keuangan di delegasi serta negoisasi dengan Belanda.
Tak hanya itu saja, ia juga sempat menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), pengajar di Akademi Ilmu Politik, dan Kepala Seksi Penulisan Sejarah di bawah Kementerian Penerangan. Pada saat terlibat dalam pemerintahan, Ernest tinggal satu atap dengan Soekarno di Kaliurang.
Pada tahun 1948, Belanda melakukan Aksi Polisionil yang bertujuan memaksa Republik Indonesia bekerja sama dengan mereka untuk membentuk deelstatenpolitiek (Politik Negara Bagian) sesuai Perjanjian Linggajati. Aksi tersebut diawali dengan penahanan beberapa pengurus pemerintahan, termasuk Presiden Soekarno dan Ernest Douwes Dekker.
Setelah menjalankan deretan interogasi di Yogyakarta, Ernest lalu dikirim ke Jakarta. Dikarenakan memiliki fisik yang lemah, dirinya kemudian dibebaskan dengan syarat tidak terlibat lagi dalam dunia politik.
Sesuai dengan permintaannya, pria yang akrab disapa Setiabudi ini dibawa ke Bandung dan tinggal di Lembang. Selama tinggal di Kota Kembang ini, ia kembali terlibat di Ksatrian Institut. Ernest Douwess Dekker merevisi buku sejarah tulisannya dan mengumpulkan beberapa materi untuk penulisan biografi dirinya.
Akhir Hayat
Inilah akhir perjalanan Ernest Douwess Dekker yang sekaligus menjadi akhir dari biografi ini. Ia menghembuskan napas terakhirnya di Bandung saat dini hari pada tanggal 28 Agustus 1950, tetapi di batu nisannya tertulis 29 Agustus 1950. Kemudian, ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung.
Ernest alias Setyabudi dikenal sebagai sosok penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Untuk mengenang jasa-jasanya, ada banyak kota besar yang menggunakan namanya sebagai nama jalan. Salah satunya adalah Jalan Setiabudi yang ada di Lembang, Bandung.
Sebutan Setyabudi juga digunakan sebagai nama kecamatan di Jakarta Selatan. Tak hanya itu saja, foto Ernest mengenakan kopiah hitam juga terpampang dalam perangko bernilai 600 rupiah..
Pada tanggal 9 November 1961, pemerintah Indonesia menetapkan Ernest Douwes Dekker sebagai salah satu pahlawan Indonesia. Ia dikenang sebagai jurnalis dan politisi Indo yang membantu kemerdekaan Indonesia.
Baca juga: Biografi Sunan Ampel, Guru Besar Para Sunan Wali Songo
Pembelajaran yang Bisa Dipetik dari Biografi Ernest Douwes Dekker
Demikianlah biografi Ernest Douwes Dekker mulai dari kehidupan pribadi, perjuangan meraih keadilan, hingga akhir hayatnya. Apakah informasi yang kami sajikan sudah menjawab rasa keingintahuan Anda?
Semoga biografi Ernest Douwes Dekker ini tak hanya menambah ilmu, tapi juga memberikan pelajaran penting pada Anda. Salah satunya adalah pentingnya setia pada tanah kelahiran tercinta.
Kita boleh-boleh saja sekolah di negara lain, mempelajari budaya lain, atau berlibur di luar negeri, tapi tetap cintailah Indonesia. Minimal bisa dengan cara mencintai produk-produk lokal Indonesia.
Kalau Anda ingin tahu biografi tokoh inspiratif lainnya, langsung saja telusuri PosBagus.com. Selain Ernest Douwes Dekker, di sini juga ada biografi Pangeran Antasari, Moh Yamin, Laksamana Malahayati, Raden Patah, dan masih banyak lagi.